Nikah Kontrak Dalam Timbangan Al-Qur'an Dan As-Sunnah

hafidz
0
Fikih Islam


 ZINA DAN NIKAH BAGI SYI’AH SAMA SAJA

 

Oleh : Al Ustadz Zaenal Abidin Syamsuddin.Lc,
 


NIKAH KONTRAK DALAM TIMBANGAN AL-QUR’AN DAN SUNNAH
          
Segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam, Yang menurunkan Al-Qur’an yang mulia sebagai petunjuk dan peringatan bagi seluruh makhluk dari kalangan jin dan manusia.
            Semoga shalawat dan salam tetap tercurah kepada Muhammad sebagai utusan Allah dan manusia sempurna jiwa dan akalnya, tinggi kedudukannya serta mulia budi pekerti dan akhlaknya sehingga ucapan dan tindakan beliau menjadi panutan dan suri tauladan.

          Allah berfirman: Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan meresa tenteram kepadanya, dan di jadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(Ar Ruum 21)
          Nabi bersabda:
يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فأنه أغض للبصر وأحصن للفرج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء.
Wahai pemuda, barangsiapa yang mampu menikah maka nikahlah karena demikian itu lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan, barangsiapa yang tidak mampu menikah maka wajib baginya berpuasa sebab hal itu bisa menjadi penyembuh. (H.R Bukhari dan Muslim).
         Berbagai dampak negatif media baik elektronik maupun cetak dan lingkungan yang buruk serta gencarnya para pendulang kesesatan menjajakan racun pemikiran ditambah lemahnya kadar keimanan dan kerdilnya keilmuan sebagian Umat Islam maka terjadilah pergeseran nilai dan muncullah berbagai macam kesesatan dan penyimpangan dalam praktek beragama terutama soal pernikahan lintas agama, sehingga membuat perkawinan mudah retak dan bahtera rumah tangga hancur berantakan bahkan sebagian mereka rela pindah agama demi kelestarian cinta dan kelangsungan masa depan rumah tangga.
            Mereka tidak menyadari bahwa perkawinan lintas agama banyak memakan korban dan mendatangkan bahaya baik dari sisi agama dan sosial, maka terjadilah distorsi nilai dan pendangkalan aqidah ditambah peran misionaris dan kaum aportunis yang membidikkan panah beracun ke dalam hati umat yang awam sehingga muncul pergeseran nilai sangat drastis.
          Sangat tidak mungkin sebuah rumah tangga mampu meraih kebahagian abadi dan sukses bila dibangun di atas agama dan aqidah yang berbeda sehingga Islam dengan tegas melarang setiap Umat Islam menikah dengan non kecuali seorang muslim menikah dengan wanita ahli kitab sebagaimana firman Allah: Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjag kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. ( Al Maidah –5).
            Bolehnya seorang muslim menikah dengan wanita ahli kitab bukan tanpa persyaratan bahkan pembolehan tersebut bersifat makruh, mengingat bahaya yang timbul dari hasil pernikahan itu. Begitu juga bolehnya pernikahan dengan wanita ahli kitab bukan sebagai bentuk jastifikasi terhadap aqidah mereka dan pengakuan terhadap kesesatan mereka.
        Boleh jadi pernikahan tersebut bisa memberi pengaruh buruk pada rumah tangga dan masa depan anak cucu. Sebab pernikahan akan membuat intensitas pertemuan dan pergaulan sehingga bisa saja wanita ahli kitab menebarkan benih fitnah di tengah-tengah keluarga. lambat laun akan hilang perasaan kebencian dan bahkan mendiamkan kemungkaran sehingga muncul berbagai macam kerusakan dalam rumah tangga apalagi wanita tersebut seorang misionaris yang sengaja dipasang untuk menjadi perangkap umat Islam. maka membuat lemah aktifitas keagamaan dan proses dakwah dan penyadaran kepada nilai kebaikan dan keutamaan agama maka kesadaran agama juga melemah pada kebanyakan umat Islam sehingga banyak di antara mereka yang sudah meninggalkan kewajiban dan masa bodoh terhadap prinsip dasar syareat bahkan sampai pada puncaknya banyak di antara mereka yang terjebak dalam berbagai macam maksiat, kemungkaran dan dosa besar.
           Inilah menjadi landasan dan syarat utama ketika seorang muslim menikah dengan wanita ahli kitab yaitu harus komitmen terhadap ajaran agama, berpegang teguh kepada tuntunan serta menerapkan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya bahkan bersikap hormat dan menjunjung tinggi ajaran dan syiar Islam serta tetap mengikuti petunjuk sirah nabi dan para ulama dan orang-orang salih.
            Demikianlah yang kita fahami dari ayat-ayat tentang pelarangan menikah dengan non muslim, walaupun seorang muslim boleh menikah dengan wanita ahli kitab namun para sahabat sangat berhati-hati bahkan mereka saling memberi nasehat agar menghindar dari hal tersebut padahal tidak diragukan pemahaman mereka terhadap Al-Kitab dan Sunnah. Kemudian mereka bukan hanya sekedar paling terdepan dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan bahkan mereka mengedepankan sikap hati-hati seperti yang dilakukan Abdullah bin Umar yang melarang seorang muslim menikah dengan ahli kitab dengan mengatakan: Aku tidak menganggap bahwa tiada kesyirikan yang lebih besar dibanding orang yang menyatakan Tahan kami adalah Isa. Padahal Allah berfirman: Dan janganlah kamu menikah dengan wanita-wanita musyrik hingga mereka beriman. (Al Baqarah)
          Telah diriwayatkan bahwa Jabir bin Abdullah ditanya tentang pernikahan seorang muslim dengan wanita Yahudi atau Nashrani maka beliau menjawab: Kami menikah mereka hanya pada waktu Fathu Makkah karena kami belum mendapatkan wanita muslimah dengan mudah dan ketika kami kembali ke Madinah maka mereka kami thalak.
             Agar para pembaca mendapat penjelasan lebih akurat dan sempurna sebaiknya membaca buku ini secara tuntas sehingga memperoleh kesimpulan tuntas dan ulasan pantas serta mampu menjawab dengan baik berbagai macam syubhat yang dilepar para musuh Islam dari kalangan orang kafir dan munafik.
              Pernikahan Kontrak Tidak Menguntungkan Bagi Laki-laki maupun Wanita
                  Nikah kontrak atau sementara waktu bukan jalan keluar yang terbaik untuk menghargai, mengangkat harkat dan martabat wanita, serta memelihara kesucian dan melindungi kepribadiannya bahkan demikian itu sebagai bentuk pelecehan terhadap kehidupan seorang wanita serta menyengsarakan masa depannya dan membuka peluang besar berbagai bentuk pintu kejahatan dan kemaksiatan. Boleh jadi pernikahan itu hanya sebagai sarana wanita untuk meraih kepuasan dan mengeruk keuntungan dunia atau sebagai pembenaran bagi wanita untuk menyebarkan akhlak tercela seperti menipu, bohong, nifak, dan mencuri di rumah suaminya untuk memperkaya diri atau mempergauli sang suami dengan muamalah yang buruk, kurang ikhlas dan tidak tulus dalam berumah tangga karena sang suami juga kurang tulus karena ia tidak akan tinggal lama bersamanya. Boleh jadi sang isteri sudah berfikir untuk menikah dengan laki-laki lain agar setelah lepas dari suami sekarang langsung bisa menikah dan mempunyai suami baru.
              Dampak negatif di atas bisa menjadi bukti kuat bahwa nikah kontrak dalam jangka waktu tertentu menjadikan kehidupan rumah tangga selalu dirundung konflik dan pertengkaran serta membuat rumah tangga labil dan tidak tentram. Sehingga mustahil kedua pasangan bisa merealisasikan tujuan dan maksud berumah tangga yang paling inti yaitu keduanya meraih ketenangan berfikir, kedamaian hati dan kebahagiaan jiwa.
             Dampak Nikah Kontrak Pada masa Depan Anak dan Kehidupan Secara Umum.
             Kami tidak menguraikan dampak negatif yang terkait dengan pendidikan dan kehancuran masa depan anak baik dari sisi pekerjaan, kesehatan, akhlak dan dampak psikologi yang berimplikasi kepada kehancuran sosial kehidupan dan kegagalan hidup secara umum:
            Islam Mengharamkan Nikah Kontrak
           Oleh sebab itu Islam menetapkan pernikahan permanen dan mengharamkan pernikahan kontrak dalam jangka waktu tertentu karena pernikahan seperti itu bisa merusak tujuan dan maksud utama sebuah pernikahan, dan menjerumuskan kehidupan rumah tangga ke dalam bahaya dan kerusakan baik dari sisi kehidupan sosial dan kesehatan dan tidak ada yang tahu dampaknya secara persis kecuali Allah.
            Para ulama yang membolehkan nikah kontrak dalam jangka waktu tertentu meletakkan persyaratan hendaknya mengandung makna nikah selamanya seperti ucapan seorang laki-laki kepada perempuan “ Saya menikahimu hingga batas waktu dua ratus tahun”.
          Pandangan Islam Terhadap Nikah Mut’ah.
        Menurut jumhurul ulama Islam dan ahli fikih bahwa nikah mut’ah merupakan pernikahan yang bathil dan tidak memiliki aturan hukum dari konsekwensi hukum berumah tangga. Tidak ada satu kelompokpun dari Umat Islam yang membolehkan nikah mut’ah kecuali syi’ah Imamiyah dengan mengambil pedoman dari firman Allah: Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanta yang bersuami , kecuali budak-budak yang kamu miliki( Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu slain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzin. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) diantara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya(dengan sempurna) sebagai suatu kewajiban.(An Nisaa’ 24)
               Mereka berdalih dengan ayat diatas dengan tiga alasan sebagai berikut:
  1. Dalam ayat di atas Allah membuat ungkapan dengan lafadz istimta’ bukan dengan lafadz nikah, padahal istimta’ dengan mut’ah memiliki satu makna.
  2. Allah memerintahkan pada ayat di atas agar seorang laki-laki memberikan upah, sementara mut’ah merupakan akad sewaan untuk mendapatkan manfaat kemaluan.
  3. Sesungguhnya Allah merintahkan agar seorang laki-laki memberikan upah kepada perempuan setelah menggauli padahal cara yang demikian itu hanya ada pada akad sewa menyewa dan nikah mut’ah. Sementara mahar hanya diberikan ketika proses akad nikah sedang berjalan.
          Dalil-dalil dan bantahan para ulama ahli sunnah terhadap kelompok yang menghalalkan nikah mut’ah.
             Para ulama ahli sunnah telah membuat bantahan telak terhadap mereka dengan dasar dari Al-Qur’an dan As Sunnah.
         Dalil mereka dari Al-Qur’an bahwa Allah berfirman:Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa yang mencari dibalik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampui batas.(Al Mu’minuun 5-7)
       Allah telah menghalalkan wanita melalui dua cara yaitu; menikah dan perbudakan sementara tidak menyebutkan mut’ah. Dengan demikian mut’ah bukanlah suatu bentuk pernikahan yang halal dan mubah.
           Nikah mut’ah setelah habis masa yang telah disepakati tanpa melalui proses thalak dan perceraian, sementara belum pernah dikenal oleh Islam ada suatu pernikahan yang berakhir karena perjalanan waktu. Bahkan mut’ah hanyalah proses akad untuk membuat suatu kesepakatan untuk berpisah dan tidak mempunyai hak untuk saling mewarisi padahal masalah warisan merupakan konsekwensi paling utama dalam pernikahan.
            Berdasarkan firman Allah: Barangsiapa mencari yang dibalik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (Mu’minun 7)
          Bahwa Allah menyebut semua orang yang mencari selain dari menikah dan budak dengan sebutan melampaui batas maka nikah mut’ah diharamkan.
              Adapun dari sunnah banyak hadits-hadits yang menjelaskan secara tegas tentang keharaman nikah mut’ah antara lain:
  1. Dari Ali bin Thalib bahwa Rasulullah telah melarang nikah mut’ah dan memakan daging keledai piaran pada saat perang Khaibar.
  2. Begitu juga riwayat dari dua Imam besar, Abu Ja’far Muhammad  Al Baqir dan Abu Abdullah Ja’far As Shadiq bahwa keduanya telah meriwayatkan haramnya nikah mut’ah.
  3. Telah diriwayatkan bahwa Bassam As Shairafy bertanya kepada Abu Abdullah Ja’far tentang hukum dan kedudukan nikah mut’ah? Beliau menjawab: Itu merupakan perzinaan.
  4. Dalam kitab Al Kafi terdapat sebuah riyawat dari Hasan bin Yahya bin Zaid, seorang ahli fikih dari Iraq berkata: Semua keluarga Rasulullah sepakat bahwa nikah mut’ah dilarang dan mereka membencinya. Dalam hal ini mereka mengikuti imamul Huda, Ali bin Abu Thalib berkata: Tidaklah ada seorang yang menikah mut’ah didatangkan kepadaku melainkan pasti aku akan merajamnya.
  5. Beliau juga berkata Ibnu Abbas ketika mengeluarkan fatwa bolehnya nikah mut’ah: Sungguh Engkau adalah orang yang sedang salah dan bingung, karena Rasulullah telah menghapus halalnya nikah mut’ah.
  6. Imam Al Baihaqi berkata: Sungguh tidaklah Ibnu Abbas wafat melainkan telah menarik fatwanya.
  7. Dari Samurah Al Juhani bahwa Rasulullah telah melarang nikah mut’ah pada saat perang Fathu Makkah.
  8. Dari Abdullah Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah telah melarang nikah mut’ah dan daging keledai piaraan pada waktu perang Khaibar. Diriwayatkan bahwa ketika itu Rasulullah berdiri di antara makam Ibrahim dan Rukun Yamani dan bersabda:
إني كنت أذنت لكم في المتعة فمن كان عنده شيء فليفارقه ولا تأخذوا مما آتيتموهن شيئا فإن الله قد حرمها إلي يوم القيامة
Sesungguhnya dahulu aku mengizinkan kepada kalian untuk nikah mut’ah, barangsiapa mengikat sesuatu dengan nikah itu maka hendaklah melepasnya dan jangan mengambil sesuatu dari apa yang kalian berikan kepada mereka (wanita mut’ah) karena Allah telah mengharamkan mut’ah hingga hari kiamat.
        Seluruh Umat Islam juga telah sepakat akan haramnya nikah mut’ah maka tidak ada seorangpun di antara mereka yang melakukan nikah mut’ah padahal kondisi sangat mendukung untuk melakukan nikah tersebut.
          Adapun logika berbicara bahwa secara hukum asal tujuan utama pernikahan untuk melestarikan kehidupan dan memelihara keturunan bukan hanya sekedar sebagai tempat untuk menyalurkan kebutuhan seksual dan hubungan syahwat. Bahkan keduanya hanyalah sekedar sarana untuk sampai pada tujuan asli.
          Bantahan terhadap dalih mereka dari firman Allah: Dan isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban. (An Nisa’ 24).
          Maksud ayat di atas bukan sebagai penjelasan tentang mut’ah bahkan hanya sebagai penegasan terhadap nikah syar’i karena teks ayat sebelumnya menjelaskan tentang wanita-wanita yang haram untuk dinikahi lalu di akhir ayat terdapat penjelasan tentang pernikahan yang dibolehkan menurut pandangan agama yaitu dalam Allah berfirman: ( Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian, (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk untuk dikawini bukan untuk berzina. ( An Nisa’ 24).
             Artinya lewat pernikahan yang sah bukan untuk berzina dan kumpul kebo.
        Sementara kalau kita memperhatikan ayat tersebut dari awal hingga akhir hanya menguraikan tentang pernikahan tidak pernah menyebut-nyebut sedikitpun tentang mut’ah atau nikah kontrak maka wajib memberi makna istimta’ pada ayat di atas dengan makna menikah. Adapun maksud dari Ujur dalam ayat di atas adalah seperti makna dalam firman Allah: Karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka dan berikanlah maskawin mereka menurut yang patut. (An Nisa’ 25).
             Maksud ujur dalam setiap ayat selalu bermakna mahar seperti firman Allah: hal 45
              Tidak seorangpun dari ahli tafsir menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ujur (upah) adalah mahar.
           Adapun ayat yang mulia yang menyatakan pemberian upah setelah proses istimta’ (bercampur) tidak bisa dijadikan sebagai dalih bolehnya nikah mut’ah. Secara dhahir pemberian upah setelah menggauli namun dalam ayat tersebut secara alur makna berbunyi “berikanlah mahar kepada wanita yang kamu nikahi bila kamu ingin menggaulinya”. Begitu juga firman Allah: Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu geraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya(yang wajar. (Ath Thalaq 1)

             Maksudnya bila kamu hendak menthalak isterimu.

Sumber :  http://zainalabidinsyamsuddin.com/


Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)