Selasa, 27 Oktober 2015

PRINSIP BERUSAHA DALAM ISLAM

Oleh  Al Ustadz Zaenal Abidin Syamsuddin .Lc



            Kehidupan adalah sebuah realita menghadapi perhelatan dan permainan yang sangat serius, kita sering takut menghadapi realita hidup yang serba sulit karena kurangnya tawakkal atau sifat pengecut yang bertengger pada diri kita atau kurangnya mengolah kelemahan menjadi sebuah kekuatan, maka tidak banyak yang  akan dicapai, kecuali keluhan berkepanjangan yang memboroskan usia. Dan itu mungkin sedang dialami orang yang merasa tidak berguna atau tidak berdaya menghadapi persaingan hidup di tempat dia bekerja. Apalagi, bila kemudian dia sadar bahwa untuk menghasilkan kontribusi yang baik, seorang Muslim tidak bisa lepas dari keharusan untuk bekerja keras dan menanggung resiko


        Perlu diketahui bahwa kualitas seseorang sangat tergantung pada keberhasilannya, daya tariknya untuk memberi manfaat orang lain, hasil pekerjaannya, dan martabatnya di hadapan Allah dan hamba-Nya, maka seorang muslim ketika berusaha hendaknya menjaga beberapa prinsip di bawah ini:
       Keberkahan Harta Ditangan Orang Shalih
       Manfaat harta yang bersih dan halal di tangan orang salih sangat banyak, ibarat pohon kurma yang tidak menyisakan bagian sedikitpun melainkan seluruhnya bermanfaat untuk manusia sehingga tidak ada alasan bagi seorang muslim yang ingin meraih hidup bahagia di dunia dan akherat untuk bermalas-malas dan berpangku tangan sebab Islam sangat membenci kebiasaan meminta-minta dan hidup menjadi beban orang lain.
       Dengan hidup berkecukupan menuntut ilmu menjadi mudah, beribadah menjadi lancar, bersosialisasi menjadi gampang, bergaul semakin indah, berdakwah semakin sukses, berumah tangga semakin stabil dan beramal shalih semakin tangguh. Oleh karena itu, harta di tangan seorang mukmin tidak akan berubah menjadi sarana perusak kehidupan dan tatanan sosial serta penghancur kebahagian keluarga dan pilar-pilar rumah tangga, sebaliknya harta ditangan seorang muslim bisa berfungsi sebagai sarana penyeimbang dalam beribadah, dan perekat hubungan dengan makhluk.
 Rasulullah bersabda: Nikmat harta yang baik adalah yang dimiliki laki-laki yang salih.[1]
            Bahkan harta tersebut akan menjadi sebuah energi yang memancarkan masa depan cerah, dan sebuah kekuatan yang mengandung berbagai macam keutamaan dan kemuliaan dunia dan akherat, serta penggerak roda dakwah dan jihad di jalan Allah.
            Allah berfirman: Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Rabbnya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. 2:274)
            Nabi juga memberi pujian kepada seorang muslim yang dermawan dan membelanjakan hartanya di jalan kebaikan. Dari  Abdullah bin Umar Nabi bersabda:
Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah dan tangan yang di atas suka memberi dan tangan yang di bawah suka meminta. [2]
            Dengan harta yang halal dan bersih para generasi salaf berlomba dan berpacu untuk mengejar pahala dan meraih surga seperti yang terjadi pada kehidupan Umar yang bersaing secara sehat dalam berinfak di jalan Allah dengan Abu Bakar.
            Dari Umar bin Khaththab berkata: Pernah suatu hari Rasulullah memerintahkan kepada kami agar bersedekah dan ketika itu saya sedang memiliki harta yang sangat banyak: maka saya berkata: Hari ini aku akan mampu mengungguli Abu Bakar lalu aku membawa separoh hartaku untuk disedekahkan. Maka Rasulullah bersabda: Apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu? Saya berkata: Aku tinggalkan untuk keluargaku semisalnya. Lalu Abu Bakar datang membawa semua kekayaannya maka beliau bersabda: Wahai Abu Bakar Apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu, ia menjawab: Saya tinggalkan untuk mereka, Allah dan Rasul-Nya. Maka aku berkata: Saya tidak akan bisa mengunggulimu selamanya.[3]
        Islam Mencela Pemalas dan Peminta-minta
        Islam sangat mencela pemalas dan membatasi ruang gerak peminta-minta serta mengunci rapat semua bentuk ketergantungan hidup dengan orang lain, namun Al Qur’an sangat memuji orang yang bersabar dan menahan diri dengan tidak meminta uluran tangan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup karena tindakan tersebut akan menimbulkan berbagai macam keburukan dan kemunduran dalam kehidupan.
        Allah berfirman: (Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. (QS. 2:273)
       Imam  Ibnul Jauzi berkata: Tidaklah ada seseorang yang malas bekerja melainkan berada dalam dua keburukan; pertama; menelantarkan keluarga dan meninggalkan kewajiban dengan berkedok tawakkal sehingga hidupnya menjadi batu sandungan orang lain dan keluarganya berada dalam kesusahan, kedua; demikian itu suatu kehinaan yang tidak menimpa kecuali pada orang yang hina dan gelandangan, sebab orang yang bermartabat tidak akan rela kehilangan harga diri hanya karena kemalasan dengan dalih tawakkal yang sarat dengan hiasan kebodohan, sebab boleh jadi seseorang tidak memiliki harta tetapi masih tetap punya peluang dan kesempatan untuk berusaha.[4]
      Bahkan Rusulallah memberi jaminan surga bagi orang yang mampu memelihara diri untuk tidak  meminta-minta. Dari Tsauban berkata bahwasannya Rasulullah bersabda:
Barangsiapa yang bisa menjaminku untuk tidak meminta-minta suatu kebutuhan apapun kepada seseorang maka aku akan menjamin dengan surga. Aku berkata: Saya. Dia selama hidupnya tidak pernah meminta-minta kepada seseorang suatu kebutuhan apapun. [5]
       Seorang muslim harus berusaha hidup berkecukupan, memerangi kemalasan, bersemangat dalam mencari nafkah, berdedikasi dalam menutupi kebutuhan, dan rajin bekerja demi memelihara masa depan anak agar mampu hidup mandiri dan tidak menjadi beban orang lain, sebab pemalas yang menjadi beban orang dan pengemis yang menjual harga diri merupakan manusia paling tercela dan sangat dibenci Islam seperti yang telah ditegaskan dalam sebuah hadits dari Abdullah Ibnu Umar bahwasannya Nabi bersabda:
Tidaklah sikap meminta-minta terdapat pada diri seseorang di antara kalian kecuali ia bertemu dengan Allah  sementara di wajahnya tidak ada secuil dagingpun. [6]


[1] . H.R Ahmad dalam Musnadnya dengan sanad yang hasan, juz, 4 hadits no: 197 dan 202.
[2] . H.R. Bukhari (1429), Muslim, (1033), Abu Daud (4947), Ahmad dalam Musnadnya dan Nasa’I dan Ihnu Hibban.
[3] Riwayat Tirmidzi3675, hakim di mustarakah1/414 dia berkata shahih.
[4] . Talbisul Iblis, Ibnul Jauzi, Hal: 303.
[5] . H.R Abu Daud. Imam Nawawi berkata bahwa hadits ini diriwayatkan dengan sanad yang sahih.
[6] . H.R Bukhari,  Muslim dan Nasa’i dalam sunannya.

sumber  : http://zainalabidinsyamsuddin.com/