ROMANTIKA MERAJUT CINTA HINGGA BERLABUH DI SURGA
Disusun oleh: Ustadz. Abu Ahmad Zaenal Abidin bin Syamsuddin.Lc
Rumah Tangga Penuh Berkah
Pernikahan merupakan ladang
subur untuk meraup keberkahan dalam hidup dan kecukupan dalam materi,
maka tidak ada alasan bagi siapapun baik lelaki atau wanita untuk
menunda-nunda pernikahan, apalagi menolak jodoh yang sudah cocok dari
sisi agama dan akhlak, seperti yang telah ditegaskan Rasulullah dalam
sabdanya:
إذا جاءكم من ترضون دينه وخلقه فأنكحوه إلا تفعلوا تكن فتنة في الأرض وفساد عريض.
Jika ada seorang laki-laki datang
kepadamu yang telah kalian ridhai agama dan akhlaknya maka nikahkanlah
dan jika tidak kamu lakukan maka akan terjadi fitnah dan kerusakan. (H.R Tirmidzi dengan sanad yang hasan).
Segera menikah terutama bagi wanita sangat bagus, untuk menjaga kehormatan dan kesucian diri. Jangan menunda-nunda pernikahan hanya karena alasan studi, kerja atau karier sebab menikah merupakan sumber kebahagian dan ketenangan hidup yang bisa mengganti kenikmatan belajar, kerja atau karier sedang nikmatnya pernikahan tidak bisa diganti dengan nikmatnya belajar, kerja atau karier meskipun sampai pada puncak kesuksesan.
Segera menikah terutama bagi wanita sangat bagus, untuk menjaga kehormatan dan kesucian diri. Jangan menunda-nunda pernikahan hanya karena alasan studi, kerja atau karier sebab menikah merupakan sumber kebahagian dan ketenangan hidup yang bisa mengganti kenikmatan belajar, kerja atau karier sedang nikmatnya pernikahan tidak bisa diganti dengan nikmatnya belajar, kerja atau karier meskipun sampai pada puncak kesuksesan.
Pernikahan sebagai wahana untuk
melestarikan keturunan paling aman, mendidik generasi umat paling
manfaat, menyempurnakan agama paling tepat, menyalurkan syahwat paling
sehat, memupuk cinta dan kasih sayang paling mantap, dan menjaga diri
dari perkara yang diharamkan sesuai dengan fitrah manusia. Pernikahan
juga menjadi faktor utama meraih ketenangan hati dan ketentraman batin
sehingga masing-masing pasangan meraih kesempurnaan dalam beribadah,
kesuksesan dalam mencari ilmu dan keberhasilan dalam berkarya.
Dari Anas bin Malik bahwasannya Rasulullah bersabda:
من رزقه الله امرأة صالحة فقد أعانه علي شطر دينه فليتق الله في الشطر الثاني.
Barangsiapa yang telah dikaruniai isteri yang salihah maka Allah telah membantu separuh agamanya maka hendaklah bertakwa kepada Allah dalam separuh agama yang lainnya. (H.R Hakim dan beliau menyatakan sahih dan disetujui oleh Adz Dzahabi).
Pernikahan merupakan
kerangka dasar bagi bangunan masyarakat muslim dan tiang pancang
penyangga bagi bangunan hidup bersosial dan bernegara maka sangatlah
pantas bila seluruh anggota masyarakat menyambut gembira dengan memberi
ucapan selamat dan doa keberkahan yang diliputi rasa gembira dan bersuka
ria. Akan tetapi harus tetap berada diatas koridor dan etika Islam agar
proses pendirian bangunan itu tetap terarah dan tegak dengan benar
sehingga bisa terwujud masyarakat madani dan islami dengan baik.
Saatnya Memupuk Cinta
Rasa kasih sayang dan
ketentraman yang tumbuh di dalam hati suami dan isteri merupakan bagian
dari nikmat Allah atas semua hamba-Nya. Dengan bantuan isteri seorang
suami mampu mengatasi berbagai macam problem dan kesulitan dalam
menunaikan berbagai tugas maupun beban berat pekerjaan, hati terhibur
pada saat-saat dirundung berbagai musibah dan penderitaan, dan seorang
isteri mampu membantu suami dalam beramal salih, beraksi sosial dan
menolong orang-orang lemah. Begitu juga suami menjadi pelindung,
pengayom, dan pembina bagi isterinya, serta memberikan hak-haknya secara
sempurna.
Telah ada contoh baik pada
diri Ummul Mukminin, Khadijah ketika pertama kali turun wahyu kepada
Rasulullah maka ibunda Khadijah menghiburnya ketika beliau berkata
kepadanya: Sungguh aku khawatir terhadap diriku sendiri. Maka Khadijah
berkata: Sekali-kali tidak, demi Allah, Allah tidak akan membuatmu
terhina selamanya. Sungguh engkau orang yang senang menyambung
silaturrahim, suka menolong, senang membantu orang dalam kesulitan,
menghormati tamu dan membela pihak yang benar.[1]
Meraih Kesalihan Pasutri Dengan Ilmu Bermanfaat
Semua pasangan baik suami
dan isteri harus mengenal Allah secara baik dalam hatinya, sehingga
merasa dekat dan akrab pada saat sedang bermunajat. Dia merasa manisnya
berdzikir, berdoa, bermunajat dan berkhidmah kepada Allah. Tidak ada
yang bisa mendapatkan itu kecuali orang yang telah memiliki ilmu
pengetahuan yang cukup tentang agama dan diwujudkan dalam realita
ketaatan kepada Allah dalam keadaan sepi maupun ramai.
Bila suami atau isteri telah
merasakan cinta, takut dan berharap hanya kepada Allah maka dia telah
mengenal tuhannya dengan baik dan pengenalan secara khusus sehingga bila
meminta akan diberi dan bila memohon akan dikabulkan. Seorang hamba
pasti akan mengalami kesulitan dan kesedihan baik di dunia, di alam
kubur maupun di padang makhsyar, jika dia memiliki ilmu dan ma’rifat
yang mampu mengenal Allah secara baik maka semua itu akan menjadi ringan
dan Allah mencukupinya.
Sesungguhnya ilmu yang
bermanfaat hanyalah ilmu yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah serta Ijma’ para shahabat seperti yang telah ditegaskan Imam
adz-Dzahabi: Kami memohon kepada Allah ilmu yang bermanfaat, tahukah
kamu apakah yang dimaksud dengan ilmu bermanfaat, yaitu ilmu yang datang
dari al-Qur’an dan dijelaskan Rasulullah melalui ucapan dan
perbuatannya serta tidak ada dalil yang melarang untuk mempelajarinya.[2]
Dan ilmu yang bermanfaat
hanyalah ilmu yang mampu mengenalkan seseorang kepada Allah secara benar
dan ilmu yang mampu menunjukkan seorang hamba hingga dekat dengan
Tuhannya sehingga merasa akrab dan beribadah seakan-akan melihatnya.
Imam Ahmad berkata tentang kebaikan: Sumber ilmu adalah takut kepada Allah.[3]
Asal ilmu adalah ilmu
tentang Allah yang mampu menumbuhkan Khasyah, kecintaan, kedekatan dan
keakraban dengan Allah serta kerinduan kepada-Nya kemudian ilmu tentang
hukum-hukum Allah yang berhubungan dengan apa-apa yang disenangi dan
diridhai Allah baik berupa ucapan, perbuatan, tindakan dan keyakinan.
Dakwah Makmur, Rumah Tangga Mujur
Persoalan rumah tangga
dan cara menghidupkan dakwah serta usaha untuk memperbaiki keluarga
merupakan masalah yang sangat penting dan urgen karena rumah adalah
wahana utama pendidikan dan bangunan utama untuk membentuk sebuah
masyakarat yang madani.
Nikmat Allah yang paling
agung yang dikarunikan kepada hamba-Nya adalah nikmat hidayah kepada
agama hanif dan sampai kepada jalan yang lurus sehingga nanti di hari
kiamat meraih kemuliaan dan surga yang penuh dengan kenikmatan. Di
antara ayat yang menjelaskan tentang agungnya karunia hidayah dan
demikian hanya taufik dari Allah sebagaimana yang telah dikisahkan Allah
tentang orang-orang mukmin yang mengakui keanggungan nikmat tersebut.
Allah berfirman: Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di
dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka
berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada
(surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau
Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul
tuhan kami, membawa kebenaran”. Dan dan diserukan kepada mereka:
“Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu
kerjakan. (Al ‘Araaf –43)
Imam Ibnu Katsir[4] ketika menafsirkan ayat ini menukil sebuah hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:
كل أهل الجنة يري مقعده من النار فيقول: لو لا أن الله هداني فيكون له الشكر.
Setiap penghuni surga menyaksikan
tempatnya di neraka lalu berkata: Jikalau Allah tidak memberi hidayah
kepada kami niscaya kami akan celaka maka bagi-Nya syukur.
Hidayah memiliki peran
penting dan kedudukan agung dan tidak ada yang mampu menghargai nilai
hidayah kecuali orang yang telah merasakannya dan tidak ada yang
mengetahui cahaya hidayah kecuali orang yang telah mencicipi pahitnya
kesesatan. Apalagi ketika mereka melihat orang-orang yang tersesat dan
tidak meraih taufik kepada jalan yang lurus sehingga mereka merugi di
hari kiamat dan masing-masing mengungkapkan penyesalan mereka sebagaima
dalam firman Allah: Kalau sekiranya Allah memberi petunjuk kepadaku tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa. (Az Zumar :57).
Ketika Cinta Mulia Bersemi
Islam merupakan dien yang Agung
yang menempatkan segala sesuatu itu pada tempatnya. Rasa cinta bagaikan
pohon di dalam hati yang akarnya berupa kepatuhan kepada sang Khalik,
batangnya adalah ma’rifat kepada-Nya dan cabangnya adalah rasa takut
kepada-Nya. Daun-daunya adalah rasa malu terhadap-Nya dan buahnya adalah
ketaatan kepada-Nya, pupuknya selalu ingat kepada-Nya. Kecintaan yang
tidak memiliki faktor-faktor tersebut berarti cintanya tidak sempurna.
Barangsiapa yang mampu mencintai Allah
berdasarkan ilmu maka ia akan mendapatkan hati yang khusyuk, jiwa yang
qanaah dan doa yang didengar. Dan siapapun yang tidak bisa mencintai
Allah maka ia terjerat dengan empat perkara dan Rasulullah telah memohon
perlindungan darinya yaitu ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak
khusyu’, jiwa yang tidak pernah merasa puas dan doa yang tidak
dikabulkan. Sehingga ilmunya menjadi malapetaka dan racun bagi dirinya
dan ia tidak mengambil manfaat dari ilmunya karena hatinya semakin jauh
dari Allah, jiwa bertambah kering dan tamak bahkan semakin bertambah
tamak. Akhirnya doanya tidak didengar akibat pelanggaran terhadap
perintah Allah dan tidak menjauhi apa-apa yang dibenci dan dimurkai oleh
Allah.
Allah menjelaskan tentang
diri-Nya sendiri bahwasannya Dia mencintai hambanya yang beriman dan
merekapun mencintai-Nya dengan kecintaan yang amat sangat. Dia pun
menjelaskan bahwa diri-Nya adalah al-Waddud yang maksudnya adalah mencintai dengan tulus, Al Bukhari berkata al-Wuddud artinya kecintaan yang murni dan Dia mencintai hamba-Nya yang beriman dan mereka juga mencintai-Nya dengan tulus.
Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari Anas bin Malik bahwasannya Rasulullah bersabda: Barangsiapa
mengejek waliKu berarti ia telah mengumumkan peperangan terhadapKu.
HambaKu akan senantiasa mendekat kepadaKu dengan berbagai kewajiban yang
diwajibkan atasnya dan senantiasa mendekat kepada Ku dengan amalan
sunnah hingga aku mencintainya maka Aku akan menjadi pendengaran yang
dipakainya untuk mendengar, penglihatan yang digunakan untuk melihat,
tangan yang digunakan untuk memukul, kaki yang digunakannya untuk
melangkah. DenganKu ia mendengar, denganKu ia melihat, denganKu ia
memukul dan denganKu pula ia melangkah. Apa bila ia meminta niscaya
akan aku beri. Apabila memohon perlindungan niscaya Aku lindungi . Aku
sama sekali tidak ragu melakukannya, sebagaimana keraguanKu untuk
mencabut nyawa seorang hambaKu yang beriman yang tidak suka
menyakitinya, sedangkan kematiannya sudah merupakan suatu keharusan..”
Barangsiapa yang ingin bercinta secara
benar dan sejati sehingga taman surga bisa diraih dan kebahagian abadi
mampu didapat maka hendaklah mencoba mewarnai kehidupan dengan cinta
yang murni dan sejati, yaitu mencintai pasangan hidup karena Allah dan
Rasul-Nya, hamba kekasih Rab Yang Maha Pengasih.
- Shahih Bukhari
- Mustadrak al-Hakim.
- Fadhlu Ilmis Salaf, Ibnu Rajab al-Hambali.
- Tafsir Ibnu Katsir
- Ar-Rahiqul Makhtum, Mubarak Fury
- Hubunnabi Wa Alamatuhu, DR. Fadhul Ilahi
- Raudhatul Mahbub Min Kalami Muharikil Qulub Ibnu Qayyim, Manshur bin Abdul Aziz Al Ujayyan.
- Tauhid Ali, Syaikh Fauzan.
- Ighatsatul Lahafan, Ibnu Qayyim.
- Islahul Qulub, Abdul Hadi bin Hasan Al Wahby.
[1] . Shahih Bukhari, 1/ 3 dan ar-Rahiqul Makhtum, Mubarak Fury, Hl. 63.
[2] . Siyar ‘Alamin Nubala’, 19/340.
[3] . Fadhlu Ilmis Salaf, Ibnu Rajab, Hl. 52.
[4]
Tafsir Ibnu Katsir-Abi Al fida’ Ismail bin Katsir- 188, Ibnu Katsir
berkata dari Hadits Riwayat An Nasa’i dan Ibnu Mardaweh dan lafadz dari
beliau. Dan hadits di atas dihasankan Albani di dalam shahih jami’ 4514.