Selasa, 19 Juli 2016

Menjauhi Pergaulan Bebas


MENJAUHI PERGAULAN BEBAS

Oleh 
Ustadz Zainal Abidin bin Syamsuddin.Lc

Segala puji hanya milik Allah Azza wa Jalla yang telah mengatur alam ini sedemikian rupa sehingga tertata rapi, namun manusialah yang merubah tatanan menjadi porak poranda, baik dalam kehidupan manusia maupun alam semesta.
Salam dan salawat semoga selalu dilimpahkan kepada teladan utama dalam pergaulan yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , keluarga, Sahabat beliau ridwânullahualaih dan para pengikutnya yang baik hingga hari kiamat.

Pada zaman sekarang ini pintu kemaksiatan terbuka lebar. Wanita fasik dan fajir telah diperdaya oleh setan hingga mengumbar aurat di mana-mana. Mata setiap orang bebas memandang perkara yang diharamkan, kecuali orang yang dirahmati Allah Azza wa Jalla . Bercampur baur antara lelaki dan perempuan terjadi di setiap tempat. Majalah porno dan film cabul merajalela tanpa kontrol. Traveling ke negeri-negeri rusak dan kafir dibuka lebar. Pergaulan bebas digandrungi setiap remaja. Prostitusi dan media porno dibuka di sembarang tempat, dan setiap orang leluasa menikmatinya tanpa batas.

Pergaulan bebas dan pacaran, bahkan seks bebas di kalangan kawula muda dianggap perkara biasa, karena sudah menjadi lifestyle (gaya hidup) di sebagian kalangan masyarakat. Perempuan bergandengan dan pergi dengan laki-laki yang bukan mahramnya, baik dalam acara resmi, santai, study atau bisnis. Maka tidak dapat dielakkan lagi bahwa musibah besar akan menimpa generasi muda negeri ini.

Oleh karena itu, seorang remaja Muslim yang ingin pandai bergaul namun tetap bersih dan tidak terkontaminasi oleh berbagai macam kebiasaan buruk dan dekadensi moral sehingga menjadi ”sampah masyarakat”, harus memperhatikan dan menghindari kebiasaan-kebiasaan buruk berikut ini:

1. Pergaulan Bebas

Kondisi saat ini sungguh sangat memprihatinkan, sebab anak-anak yang masih belia dan produktif, yang seharusnya masih bersungguh-sungguh menentukan arah hidupnya, ternyata terperosok dalam pergaulan bebas dan penggunaan obat terlarang. Kondisi ini diperparah dengan tayangan televisi yang menampilkan adegan ranjang secara vulgar atau penerbitan majalah murahan. Waliyyâdzu billâh, Allâhu musta’ân.

Islam sebagai agama yang sempurna, telah mengatur etika pergaulan dengan norma-norma yang sangat indah. Jika diamalkan, akan tercipta kehidupan yang terhormat dan bermartabat. Allah Azza wa Jalla menjaga manusia dengan syariat Islam yang membatasi pergaulan antara laki-laki dan perempuan dengan ketat. Tidak boleh bercampur baur antara laki-laki dan perempuan, bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang wanita sering keluar rumah; kecuali untuk urusan mendesak dan sangat penting; walaupun untuk shalat. Sebagaimana `Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا اسْتَأْذَنَكُمْ نِسَاؤُكُمْ بِاللَّيْلِ إِلَى الْـمَسْجِدِ فَأْذَنُوْا لَهُنَّ

”Jika isteri-isteri kalian minta izin kepada kalian pada waktu malam ke masjid (untuk ibadah), maka izinkanlah bagi mereka.”[1]

Seorang isteri tidak boleh pergi tanpa mendapatkan ridha suami, meskipun untuk mengunjungi keluarganya; karena mematuhi suami hukumnya wajib. Hadits di atas juga mengandung makna jika wanita ingin shalat berjamaah di masjid harus minta izin suami.

2. Berjabat Tangan dengan Wanita Bukan Mahram

Berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan bukan mahram sudah menjadi tradisi resmi tingkat nasional maupun internasional, baik dalam intansi pemerintah, swasta maupun masyarakat. Mereka akan menganggap aneh jika ada orang yang mempermasalahkannya. Orang yang ingin mengamalkan hadits dari Ma’qil bin Yassâr Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َلأَنْ ُيطْعَنَ فِيْ رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمَخِيْطٍ مِنْ حَدِيْدٍ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمُسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلَّ لَهُ

Sungguh kepala seseorang di antara kalian ditusuk dengan jarum dari besi, maka demikian itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.”[2] ;

Maka ia tidak akan berani menentang sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu, apapun alasannya. Sehingga karenanya dia berani menerobos tradisi yang bisa memicu berbagai kemaksiatan termasuk perzinaan. Subhânallâh betapa rincinya Allah Azza wa Jalla membikin aturan untuk menjaga hamba-Nya agar tidak ternoda sekecil apapun. Sudah selayaknya kita umat Islam pada khususnya dan umat manusia pada umumnya melaksanakan petunjuk-petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , karena tidak ada sesuatu yang dilarang kecuali di dalamnya mengandung mafsadat dan tidak ada segala sesuatu yang diperintahkan kecuali di dalamnya terdapat manfaat.

3. Pacaran (berkhalwah dan Ikhtilâth)

Pacaran dalam kamus bahasa Indonesia artinya adalah teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Sedangkan berpacaran artinya bercintaan atau berkasih-kasihan atau lebih gampangnya menjalin hubungan cinta dengan lawan jenis sebelum nikah yang biasanya dilakukan hanya berduaan.

Berpacaran merupakan budaya yang sangat digandrungi oleh anak muda zaman sekarang, bahkan gairah hidup bisa menjadi sirna jika tidak punya pacar. Cara berpacaran sekarang sangat bervariasi di antaranya adanya fasilitas handphone, telephon, komputer untuk chating atau face book. Bermula dari hubungan elektronik, lalu berjanji untuk bertemu dan akhirnya perjumpaan demi perjumpaan pun terjadi. Sehingga berakibat terjadinya perbuatan haram dan terkutuk. Awalnya, mereka lakukannya dengan penuh rasa takut, tapi akhirnya menjadi kebiasaan

Syariat Islam sangat melarang budaya tersebut sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang laki-laki dan wanita bukan mahram berdua-duan.

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلاَ يَخْلُوَنَّ بِإمْرَأَةٍ لَيْسَ مَعَهَا ذِيْ مَحْرَمٍ مِنْهَا فإَِنَّ ثَالِثُهُمَا الشَّيْطَانُ

Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah berdua-duaan dengan wanita yang tidak bersama mahramnya karena yang ketiga adalah setan. [3]

Amir bin Rabi’ah Radhiyallahu anhu berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ إِلاَّ مَحْرَمٍ

Ketahuilah, tidak boleh seorang laki-laki berdua-duaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya, karena yang ketiga adalah setan kecuali bersama mahramnya. (HR. Ahmad no:142) dan hadits serupa dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu telah dituturkan di atas.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلَى النِّسَاءِ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ: يَا رَسُولَ اﷲ ِ َفَرَأَيْتَ الْـحَمْوَ؟، قَال: اَلْـحَمْوُ الْـمَوْتُ.

Jagalah dirimu dari masuk ke tempat kaum wanita. Seorang laki-laki dari Anshar bertanya; “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan Al Hamwu? Beliau bersabda: “Al Hamwu adalah kematian.” [4]
Maksud al-Hamwu adalah saudara laki-laki suami (ipar).

4. Pandangan Mata Liar

Jagalah hati, jangan dikotori dengan memandang wanita yang tidak halal yang membuka sebagian atau seluruh auratnya. Begitu pula seorang wanita tidak boleh memandang laki-laki yang membuka auratnya; baik di televisi, film atau lainnya, apalagi melihat secara langsung. Maka setiap Muslim dan Muslimah berkewajiban untuk menahan pandangan, sebab hal itu merupakan sumber fitnah, atau salah satu penyebab rusaknya hati dan menyimpangnya dari kebenaran, berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla :

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: ”Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat” Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka. [An-Nuur/24 : 30-31]

Dalam Musnad Ahmad bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلنَّظْرَةُ سَهْمٌ مَسْمُوْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيْسَ.

“Pandangan adalah satu anak panah di antara anak panah-anak panah Iblis” [5]

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Pandangan merupakan panah dan utusan setan, maka menjaga pandangan merupakan asas terpeliharanya kemaluan. Barangsiapa yang melepas pandangannya berarti telah menjerumuskan dirinya dalam kehancuran. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَا عَلِيُّ لاَ تُتْبِعْ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ اْلأُوْلَى وَلَيْسَتْ لَكَ الأَخِرَةُ

Wahai Ali, janganlah kamu mengikuti pandangan demi pandangan, karena kamu hanya memiliki hak pada pandangan yang pertama dan tidak pada pandangan berikutnya.”[6]
(Maksudnya adalah pandangan yang mendadak dan tidak sengaja).[7]

5. Mendengarkan Musik dan Nyanyian .

Perbuatan ini termasuk bagian tipu daya setan untuk menjerat orang-orang yang bodoh dan ahli kebatilan. Di antaranya kebatilan itu adalah bertepuk tangan, bersiul, senang nyanyian dan alat-alat musik yang haram; yang semuanya membuat manusia tenggelam dan tidak berdaya di hadapan kefasikan dan kemaksiatan. Karena musik termasuk jampinya setan yang menjadi penghalang dan penutup hati untuk mengenal Allah Azza wa Jalla . Musik merupakan ilham bagi tindakan homoseksual dan perzinaan dan dengan musik orang fasik dan orang yang sedang dilanda asmara hidup merana dan menghayal hingga ajal tiba.

Syaikhul Islam rahimahullah berkata: “Nyanyian dan musik adalah mantra pembangkit zina, karena ia faktor paling utama yang menyebabkab manusia terjatuh ke dalam perbuatan keji. Sungguh! Laki-laki, anak-anak dan wanita atau seseorang yang sangat menjaga diri, tetapi setelah mendengar musik, tidak mampu mengendalikan diri akhirnya berbuat kekejian, sehingga condong kepadanya baik sebagai subyek atau obyek, seperti yang terjadi di kalangan para pecandu khamr.”[8]

عَنْ أَبِي مَالِكٍ اْلأََشْعَرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَيَشْرَبَنَّ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي الْخَمْرَ، يُسَمُّوْنَهَا بِغَيْرِ اسْمِهَا، يُعْزَفُ عَلَى رُءُوْسِهِمْ بِالْمَعَازِفِ وَالْمُغَنِّيَاتِ، يَخْسِفُ اللهُ بِهِمُ اْلأَرْضَ وَيَجْعَلُ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ

Abu Mâlik al-Asy’ary berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh akan ada sekelompok manusia dari ummatku meminum khamr, mereka memberi nama dengan bukan namanya, mereka berdendang yang diiringi dengan musik dan para biduanita, Allah Azza wa Jalla menenggelamkan mereka ke dalam bumi dan Allah Azza wa Jalla merubah di antara mereka menjadi monyet dan babi.”[9]

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata bahwa menurut sebagian Ulama jika hati sudah terbiasa dengan kebiasaan menipu, makar dan fasik serta terwarnai dengan sifat secara lengkap maka pelakunya bertingkah laku seperti hewan kera dan babi.[10]

Karenanya para remaja hendaknya berhati-hati terhadap salah satu penyakit akhlak yang berbahaya yaitu menyenangi nyanyian-nyanyian atau tarian-tarian dengan berbagai cara dan sarana yang mengakibatkan banyak para remaja tergila-gila.

6. Wanita Bepergian Tanpa Mahram

Di antara kebiasaan yang memicu terjadinya fitnah syahwat dan pergaulan bebas adalah membiarkan wanita bepergian sejauh jarak qashar tanpa ditemani mahram, bahkan pergi berduaan keliling kota. Imam Nawawi rahimahullah dalam syarah shahîh Muslim menegaskan kesimpulan, bahwa segala macam bepergian bagi wanita dilarang, kecuali bersama suami atau mahramnya baik jarak tempuhnya tiga hari, dua hari, satu hari atau semisalnya. Hal itu berdasarkan riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu yang menyebutkan larangan secara mutlak sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ

Janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama dengan mahramnya.[Muttafaqun alaih].
Demikian itu mencakup semua bentuk safar.[11]

7. Bercengkerama Mesra dengan Lawan Jenis.

Menurut pantun “Dari mana datangnya lintah, dari sawah turun ke kali, dari mana datangnya cinta dari mata turun ke hati.” Berawal dari pandangan mata yang menggoda, lalu hati bergetar dan perasaan pun berbunga-bunga, maka gayung pun bersambut; sehingga timbul perasaan cinta yang menggebu-nggebu. Keduanya begadang sampai larut malam . Akhirnya setan pun tidak tinggal diam, sehingga keduanya pun melalukan perbuatan yang diharamkan. Allah Azza wa Jalla melarang setiap bentuk pembicaraan dengan lawan jenis, seperti dalam firman-Nya:

فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ

Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya. [al-Ahzâb/33:32]

Akan tetapi, bukan berarti seorang wanita dilarang secara mutlak berbicara dengan laki-laki yang bukan mahramnya, karena pembicaraan terkadang diperlukan. Namun harus berbicara dengan serius seperlunya, baik tatkala berbicara langsung maupun lewat telepon. Pembicaraan telepon bisa menimbulkan banyak madharat dan kerusakan karena suara wanita yang manja bisa menggoda lawan bicara.
Hendaknya para remaja Muslim meninggalkan bentuk-bentuk pergaulan yang telah disebutkan di atas,mengisi waktu dengan ilmu yang bermanfaat, beribadah dan berda’wah di jalan Allah Azza wa Jalla .

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XIII/1430/2011M.]
sumber : almanhaj.or.id
_______
Footnote
[1]. Shahîh diriwayatkan Imam Bukhâri dalam Shahîhnya (162), Imam Muslim dalam Shahîhnya (990) dan Imam Abu Dâwud dalam Sunannya (568).
[2]. HR. Tabrâni (486), 20/ 211/212 dan Imam al-Haitsami dalam Majma Zawâid (7718), 4/ 598, dan lihat Shahîhul Jâmi’ No: 5044.
[3]. Shahîh diriwayatkan Imam Bukhâri dalam Shahîhnya (1862) dan Imam Muslim dalam Shahîhnya (3259)
[4]. Telah ditakhrij sebelumnya.
[5]. Shahîh diriwayatkan Imam al-Hakim dalam Mustadraknya dan beliau mengatakan bahwa hadits ini shahîh belum dikeluarkan oleh keduanya.
[6]. Shahîh diriwayatkan Imam Tirmidzi dalam Sunannya (2777) dan dishahîhkan Syaikh al-Bani dalam Shahîh Sunan Abu Dâwud (1865).
[7]. Lihat Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan Tirmidzi, Mubârak Fûri, 8/ 50.
[8]. Majmû’ Fatâwa , Ibnu Taimiyah, 10/ 417-418.
[9]. Shahîh diriwayatkan Imam Ahmad (1/ 290), Abu Dâwud, (3988), Ibnu Mâjah, (4020) dan al-Miskât (4292).
[10]. Ighâtsatul Lahafân, Ibnu Qayyim, hal. 269.
[11]. Lihat Syarah Shahîh Muslim, 9/ 108.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar