PENDIDIK IDEAL
Oleh
Al Maghriby bin As Sayyid Mahmud Al Maghriby
Wahai para pendidik, bila kita ingin berhasil dalam mendidik anak
maka hendaknya pertama kita mendidik diri kita sendiri dengan komitmen
terhadap ajaran Islam yang berkaitan dengan pendidikan dan sunnah nabi.
Karena Beliau teladan terbaik dan utama bagi orang tua dan pendidik
serta seluruh kaum muslimin.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ
يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا
Sesunggunya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagimu(yaitu) bagi kamu yang mengharap(rahmat) Allah dan RasulNya
dan (kedatangan) hari kiamat. [Al Ahzab : 21]
PEMAAF DAN MURAH HATI.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan)
orang. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. [Ali
Imran : 134]
Allah berfirman.
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf
serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. [Al A’raaf : 199]
Allah berfirman.
فَاصْفَحِ الصَّفْحَ الْجَمِيلَ
Maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik. [Al Hijr : 85]
Dari Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah bersabda kepada Abdul Qais.
إنَّ فِيْكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا الله: الْحِلْمُ وَاْلأنَاة.
Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua sifat yang dicintai Allah, Al Hilm (pemaaf) dan Anah (murah hati). [1]
Pemaaf dan murah hati merupakan sifat paling mulia yang harus
dimiliki oleh setiap pendidik teladan karena sifat merupakan kebaikan di
atas kebaikan. Dan kedua sifat itu sangat dicintai Ar Rahman. Oleh
sebab itu seorang pendidik harus menjadi pemaaf dan murah hati apapun
yang dilakukan oleh seorang anak. Maka hendaklah menjadi seorang pemaaf
dan jangan memberi sanksi kepada anak dalam keadaan marah. Pergaulilah
anakmu dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Terimalah apa adanya
tidak menuntut yang paling ideal. Luruskan tingkah lakunya, perbaikilah
dan didiklah dengan etika dan adab yang baik.
Pemaaf merupakan sifat yang mulia yang diberikan Allah kepada para rasul dan para nabi sebagaimana dalam firman-Nya.
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَحَلِيمٌ أَوَّاهٌ مُنِيبٌ
Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah. [Huud : 75]
Dan pemaaf merupakan sifat yang paling mulia karena Allah mensifati diri-Nya dalam firman-Nya.
وَاللهُ غَنِيٌّ حَلِيمُُ
Allah Maha Kaya dan Maha Penyantun. [Al Baqarah :263]
LEMAH LEMBUT DAN MENJAUHI DARI SIFAT KASAR DALAM BERMUAMALAH
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا
لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لَا يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ
Sesungguhnya Allah Maha lemah lembut yang sangat cinta kelembutan dan
memberi kepada sikap lemah lembut sesuatu yang tidak diberikan kepada
sifat kasar.
Dari Aisyah bahwa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إذاَ أرَادَ الله بأِهْلِ بَيْتٍ خَيْرًا أدْخَلَ عَلَيْهِمُ الرِّفْقَ
Jika Allah menghendaki suatu keluarga kebaikan maka Allah memasukkan kepada mereka sikap lemah lembut. [2]
Dari Ummul Mukminin Aisyah berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
عَلَيْكُمْ بِالرِّفْقِ إنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنُ فِي شَيْءٍ إلاَّ زَانَهُ وَلَا يَنْزِعُ عَنْ شَيْءٍ إلاَّ شَانَهُ
Bersikaplah lemah lembut, sesungguhnya kelembutan tidak ada pada
sesuatu kecuali akan membuatnya indah dan tidak dicabut dari sesuatu
kecuali membuatnya rusak.[3]
Dari Jarir bin Abdullah berkata aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ يُحْرَمْ الرِّفْقَ يُحْرَمْ الْخَيْرَ كُلَّهُ
Barangsiapa yang tidak diberi sifat kelembutan maka ia tidak memiliki kebaikan sama sekali.[4]
Dari Abu Hurairah berkata bahwa kami pernah shalat bersama
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Isya’ dan ketika Beliau
sujud, Hasan dan Husain melompat ke atas punggungnya. Ketika Beliau
bangkit dari sujud Beliau mengambil keduanya lalu diletakkan dengan
pelan-pelan, dan bila Beliau sujud keduanya kembali naik ke punggungnya.
Dan ketika Beliau shalat keduanya dipisah tempat sebagian di letakkan
pada suatu tempat dan yang lain pada tempat yang lain, lalu aku datang
kepada Beliau,” Wahai Rasulullah, boleh tidak aku membawa keduanya
kepada ibunya?” Beliau bersabda,” Jangan”. Tapi ketika kilat bersinar
maka Beliau bersabda,” Bawalah keduanya untuk menemui ibunya”. Maka
keduanya berjalan di tengah terangnya sinar hingga masuk rumah.[5]
BERHATI PENYAYANG
Sifat penyanyang harus dimiliki oleh setiap pendidik yang menginginkan keberhasilan dalam mendidik anak
Imam Al Bazzar meriwayatkan dari Ibnu Ummar dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menyanyangi orang
yang tidak sayang kepada anaknya, demi Dzat yang jiwaku ada di
tangan-Nya tidak akan masuk surga kecuali orang penyanyang. Kami
berkata: Wahai Rasulullah setiap kami menjadi orang penyanyang, Beliau
bersabda: Seorang penyanyang bukanlah orang yang menyanyangi temannnya
tapi menyanyangi semua umat manusia”. [6]
Dari Abu Umamah bahwa seorang wanita datang kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersama dua orang anak lalu Beliau memberinya tiga
butir kurma, maka wanita tersebut memberikan satu butir kurma kepada
masing-masing anak, kemudian salah seorang di antara anaknya menangis
lalu ia membelah satu kurma menjadi dua lalu masing-masing anak diberi
separuh kurma, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
وَالِدَاتٌ حَامِلَاتٌ رَحِيْمَاتٌ بِأوْلاَدِهِنَّ لَوْ لاَ مَا يَصْنَعْنَ بأزْوَاجِهِنَّ دَخَلَ مُصَلَّياَتِهِنَّ الْجَنْةَ
Orang tua wanita yang hamil lagi penyanyang terhadap anak-anaknya,
jika bukan karena kesalahan yang mereka perbuat terhadap suami mereka
maka ia akan masuk surga bersama tempat shalatnya.[7]
Dari Ubadah bin Shamith bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يجل كَبِيْرَناَ وَيَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيَعْرِفُ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ
Bukan termasuk umatku orang yang tidak menghormati yang tua, tidak menyanyangi yang kecil dan tidak mengenal hak orang alim.[8]
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيَعْرِفْ شَرَفَ كَبِيْرِنَا
Bukan termasuk golonganku, orang yang tidak sayang kepada yang kecil dan tidak mengenal kedudukan orang yang besar. [9]
Dari Anas bin Malik bahwa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُوْقِرْ كَبِيْرَنَا
Bukan termasuk golonganku, orang yang tidak sayang kepada yang kecil dan tidak menghormati orang yang besar. [10]
Dari Haritsah bin Wahb Al Khuza’i berkata bahwa saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
ألاَ أُخْبِرُكُمْ بِأهْلِ الْجَنَّةِ؟ كُلُّ ضَعِيْفٍ متضعف لَوْ
أقْسَمَ عَلَى الله لَأبَرَّهُ ألاَ أُخْبِرُكُمْ بأهْلِ النَّارِ؟ كُلُّ
عُتُلٍّ جوظ مُسْتَكْبِرٍ.
Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang penghuni surga? Setiap
orang yang lemah lagi dianggap hina, bila ia bersumpah atas nama Allah
maka Allah akan mengabulkannya. Maukah kalian aku kabarkan tentang
penghuni neraka? Setiap orang yang congkak, dungu lagi sombong.[11]
KETAKWAAN
Allah berfirman.
يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya. [Ali Imran : 102]
Allah Azza wa Jalla berfirman.
فَاتَّقُوا اللهَ مَااسْتَطَعْتُمْ
Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu. [At Taghaabun : 16]
Allah Azza wa Jalla berfirman.
وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا {2} وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَيَحْتَسِبُ
Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang iada
disangka-sangka. [Ath Thalaaq : 2-3]
Allah Azza wa Jalla berfirman.
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً
ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلاً
سَدِيدًا
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yaang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan)mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar. [An Nisa’: 9]
Takwa merupakan kekayaan hakiki yang harus dimiliki oleh setiap para
pendidik untuk diwariskan kepada anak cucunya, diajarkan dan ditanamkan
kepada mereka serta menjadi perhatian paling utama dan serius bagi
seluruh orang tua. Hendaklah orang tua atau pendidik, jangan hanya bisa
membuka rekening di berbagai bank, mengumpulkan beberapa bidang tanah
dan membangun apartemen untuk diwariskan kepada anak cucunya, akan
tetapi yang lebih mulia dari itu semua adalah ketakwaan kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kepada
kita tanggung jawab untuk memelihara anak-anak kita dari api neraka
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلآئِكَةٌ غِلاَظٌ
شِدَادُُ لاَّيَعْصُونَ اللهَ مَآأَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَايُؤْمَرُونَ
Ada beberapa perkakataan ulama berkenaan dengan tafsir ayat di atas.
Ali Radhiyallahu ‘anhu berkata,” Didiklah dan ajarilah anak-anak
kalian”.
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu berkata, ” Taatilah perintah Allah dan
hindarkanlah diri kalian dari perbuatan maksiat serta perintahlah
anak-anakmu untuk berdzikir kalian akan selamat dari neraka”.
Mujahid rahimahullah berkata, ”Bertakwalah kamu kepada Allah dan
berwasiatlah kepada anakmu dan keluargamu agar bertakwa kepada Allah”.
Qatadah berkata,” Hendaklah engkau memerintahkan mereka berbuat
ketaatan dan melarang dari perbuatan maksiat serta menegakkan agama.
Hendaklah kamu menyuruh dan membantu mereka berbuat ketaatan dan engkau
jauhkan mereka dari perbuatan maksiat”.
Dhahhak dan Muqatil berkata,”Setiap muslim wajib mendidik keluarga,
kerabat, dan para pembantu serta pekerjanya agar melaksanakan perintah
Allah dan menjauhi larangan-Nya”.[12]
Rasulullah telah memerintahkan kepada kita agar melindungi
putera-puteri kita dengan takwa kepada Allah dan silaturrahmi dengan
kerabat dan famili.
Dari Nu’man bin Basyir bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
اِتَّقُوْا الله وَاعْدِلُوْا بَيْنَ أَوْلاَدِكُمْ.
Bertakwalah kepada Allah dan bersikap adil kepada sesama anak-anak kalian.[13]
Dari Ibnu Asakir dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata.
اِتَّقُوْا الله وَصِلُوْا أَرْحاَمَكُمْ.
Bertakwalah kalian kepada Allah dan sambunglah silaturrahmi kepada kerabat kalian. [14]
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Berbuatlah baik kepada orang
tua kalian maka anak-anak kalian akan berbuat baik kepada kalian, serta
bersikaplah pemaaf maka isteri-isteri kalian akan menjadi pemaaf”.[15]
Barangsiapa yang tidak sayang terhadap dirinya maka sebagai orang
hendaklah sayang kepada anak-anaknya, dengan berbuat baik kepada orang
tua agar putera-puterinya diberi taufik Allah Subhanahu wa Ta’ala
berbuat baik kepadanya sehingga mereka terjauh dari durhaka kepada kedua
orang dan terhindar dari murka Allah Subhanahu wa Ta’ala.
LEMAH LEMBUT DALAM BERMUAMALAH DENGAN ANAK
Allah berfirman.
لاَتَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَامَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا
مِّنْهُمْ وَلاَتَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِيَن
Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. [Al Hijr : 88]
Allah berfirman.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ
الْقَلْبِ لاَنفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ
لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي اْلأَمْرِ
Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka dan bermusyawarhlah dengan
mereka itu. [Ali Imran : 159]
Dari Abdullah Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
ألاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَنْ يُحْرَمُ عَلَى النَّارِ أوْ بِمَنْ تُحْرَمُ
عَلَيْهِ النَّارُ؟ تُحْرَمُ عَلَى قَرِيْبٍ هِيْنٍ لَيِّنٍ سَهْل.
Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang orang yang haram masuk
neraka atau neraka diharamkan baginya? Setiap orang dekat, mudah, lemah
lembut dan membuat semua urusan gampang.[16]
Dari Ummul Mukminin, Aisyah berkata,” Tidaklah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam disuruh untuk memilih dua urusan pasti selalu memilih
yang paling ringan di antara keduanya selagi tidak ada unsur dosa namun
bila mengandung unsur dosa maka Beliau orang yang paling jauh darinya.
Tidak pernah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam balas dendam untuk
kepentingan diri sendiri kecuali bila aturan Allah dilecehkan maka
Beliau membelanya karena Allah.[17]
Lemah lembut dan mempermudah masalah bukan berarti berlebihan dalam
memanjakan anak sehingga hal itu akan menjadi faktor paling berbahaya
dalam menghancurkan akhlak, jati diri dan kepribadian anak. Kebanyakan
para pemuda yang rusak dan nakal yang tidak memiliki tujuan dan prinsip
hidup, berasal dari sikap manja dan tidak serius dalam mendidik anak.
Maka sikap manja yang berlebihan akan berakibat fatal pada masa depan
anak dan menyengsarakan keluarga bahkan menyusahkan semua anggota
masyarakat sehingga akan hidup dalam kehancuran, kesesatan dan dekadensi
moral serta berada dalam kehidupan tanpa pegangan dan prinsip serta
tujuan yang jelas.
Syaikh Muhammad Khidir Husain berkata,” Kebanyakan pengendali dan
pengelola rumah tangga kurang faham terhadap pentingnya tarbiyah
sehingga bersikap teledor dengan menuruti segala kemauan anak dan
membiarkan anak menikmati kepuasan hidup sesuka hatinya. Bahkan orang
tua terkadang menyanjung tindakan itu di hadapan orang lain. Orang tua
berlebihan memberi komentar positif sementara tanpa berhitung akibat
yang ditimbulkan. Sangat buruk usaha orang tua dalam membuat tipuan pada
anak seandainya para orang tua mengetahui akibat buruknya. Tindakan itu
hanya sebuah usaha perangkap bagi anak yang menjauhkan dari etika bagus
dan merusak kebahagian anak dunia dan akhirat”.
Seorang pendidik hendaknya menyeimbangkan antara sikap lemah lembut
dan sikap tegas. Setiap pendidik dalam muamalah dan interaksi dengan
anak harus memadukan secara seimbang dan serasi antara sikap lemah
lembut dan tegas dehingga setiap tindakan penuh dengan hikmah.
MENJAUH DARI SIKAP MARAH
Dari Abu Hurairah bahwa ada seorang yang berkata kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam,” Wahai Rasulullah berilah wasiat kepadaku” Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
لاَ تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَارًا, قَالَ: لاَ تَغْضَبْ
Jangan engkau marah, Beliau mengulangi berkali-kali, Beliau bersabda:,”janganlah kamu marah”.
Dari Abu Darda’ Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ
Janganlah marah maka bagimu surga.
Dari Muadz bin Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يَنْفَذَهُ دَعَاهُ الله
سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى رُؤَسَاءِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
حَتَّى يُخَيَّرَهُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ مَا شَاءَ.
Barangsiapa yang menahan dendam atau marah sementara ia mampu untuk
melampiaskan maka Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada
hari kiamat hingga disuruh memilih bidadari yang ia sukai.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
لَيْسَ الشَّدِيْدَ بِالصَّرَعَةِ, إنَّمَا الشَّدِيْدُ مَنْ يَمِلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ.
Bukanlah orang yang kuat adalah orang yang pandai bertengkar akan
tetapi orang kuat adalah orang yang mampu menahan diri ketika marah.
Diriwayatkan bahwa Zainal Abidin Ali bin Husain memiliki budak yang
memecahkan kendi yang terbuat dari keramik. Lalu pecahan kendi mengenai
kaki Zainal Abidin hingga luka, maka anak itu sontak berkata,”Allah
berfirman,” Orang-orang yang menahan dendam dan amarah”. Zainal Abidin
berkata,” Aku telah berusaha menahan dendam dan amarahku”. Lalu anak itu
berkata,”Allah berfirman,” Dan memaafkan manusia”. Lalu Beliau
menjawab,” Aku telah memaafkan”. Ia berkata,” Allah berfirman,” Dan
sangat mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan”. Maka Zainal Abidin
berkata,” Sekarang juga kamu menjadi orang yang merdeka karena Allah”.
Betapa indahnya sikap pemaaf dan menahan marah, betapa eloknya buah
keduanya sehingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seorang
hakim ketika memutuskan masalah dalam keadaan marah. Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda.
لاَ يَقْضِيَنَّ حَاكِمٌ بَيْنَ اثْنَيْنِ وَهُوَ غَضْبَانُ
Janganlah seorang hakim memutuskan hukum di antara dua orang sementara dalam keadaan marah.
Pernah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan untuk memberi sanksi kepada
orang dengan pukulan, namun ketika hukuman hendak ditegakkan maka Beliau
berkata,” Batalkan hukuman itu”, lalu Beliau ditanya sebabnya, maka
Beliau menjawab,”Aku merasa sedang marah dan aku khawatir memutuskan
hukuman dalam keadaan sedang marah”.
Abu Hasan berkata,” Begitulah seharusnya sikap pendidik agar mampu
menghasilkan anak didik yang bagus dan handal maka tidak boleh seorang
pendidik memberi sanksi kepada anak hanya karena ingin melampiaskan
dendam dan amarah dalam dada. Dan bila hal itu terjadi berarti anda
telah menjatuhkan hukuman kepada putera-puteri kaum muslimin untuk
memuaskan hati belaka dan demikian itu jelas tidak adil”.
Ibnu Qayyim berkata,”Sumber kerusakan moral berasal dari empat hal;
kebodohan, kedzaliman, syahwat dan kemarahan. Sebab marah akan
menimbulkan sikap sombong, dengki, hasud, permusuhan dan kehinaan”.
BERSIKAP ADIL DAN TIDAK PILIH KASIH
Adil dalam mendidik anak merupakan pilar utama pendidikan dalam islam
yang tidak boleh tidak. Karena langit dan bumi tegak hanya di atas
keadilan. Hendaknya orang tua bersikap adil dan tidak mengutamakan satu
dengan yang lainnya di antara putera-puterinya baik dalam masalah materi
seperti pemberian, hadiah atau dalam masalah non materi seperti kasih
sayang, perhatian dan kecintaan. Perasaan cinta secara adil antara anak
akan menciptakan kehidupan saling tolong menolong serta perhatian kepada
orang lain, sehingga anak akan tumbuh besar jauh dari sikap egoisme,
ananiyah dan senang menyendiri serta merasa paling hebat di antara yang
lain. Bahkan anak tubuh besar membaa kebiasaan gemar mengutamakan orang
lain dan tidak suka menciptakan pertengkaran di antara teman-teman dan
saudaranya hanya karena masalah sepele. Maka bersikap adil dan tidak
pilih kasih merupakan akhlak mulia yang diperlukan dalam segala urusan.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang laki-laki
yang berada di depan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu puteranya
datang kepadanya, kemudian ia menciumnya dan mendudukkan di samping
kanannya, kemudian datang puterinya lalu ia dudukkan di hadapannya maka
Rasulullah Shallallahu ‘alaihin wa sallam bersabda,”Kenapa engkau tidak
menyamakan antara keduanya?
Dari Nu’man bin Basyir Radhiyallahu ‘anhu bahwa bapaknya datang
kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama anaknya lalu ia
berkata,” Saya memberi anakku ini suatu pemberian”. Maka Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,” Apakah engkau memberikan kepada
setiap anakmu seperti itu? Ia menjawab:,”Tidak”. Maka Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Minta kembali pemberian itu dan
bertakwalah kepada Allah dan bersikaplah adil antara anakmu”.
Demi memenuhi panggilan di atas maka para pendidik harus bersikap
adil di antara anak-anak dan tidak bersikap diskriminasi sesama anak
baik dalam masalah sepele atau besar, karena sikap demikian akan
mencipkan kebencian dalam dada dan menumbuhkan benih kedengkian dan
kekecewaan serta menyebabkan sifat pengecut, takut, tidak percaya diri,
putus asa dalam hidup dan suka menodai hak orang serta membangkang.
Bahkan akan menimbulkan berbagai macam penyakit kejiwaan, perasaan
rendah diri dan dekadendi moral dan keganjilan prilaku dalam hidup.
Allah yang Maha Tinggi dan Maha Mampu telah menyuruh kita semua agar
bersikap adil dan mengharamkan sikap dzalim atas diri-Nya serta
dijadikan hal itu haram di antara kita. Begitu juga Rasulullah mengajak
kepada kita semua agar bersikap adil dan meninggalkan kedzaliman sebab
kedzaliman akan mendatangkan kegelapan.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلُّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ تَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ.
Setiap persendian dari tubuh manusia ada sodaqohnya. Dalam setiap
hari selagi matahari terbit engkau bernuat adil diantara dua orang hal
itu merepakan sedekah.
Dari Ubadah bin Shamith Radhiyallahu ‘anhu berkata,” Kami berbaiat
kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tetap setia dalam
kesulitan dan kemudahan, dalam keadaan semangat dan kendor serta setia
kepada pemimpin dalam keadaan dzalim kepada kita dan tidak mengambil
kekuasaan orang lain dengan paksa serta hendaknya kami berbicara
kebenaran apa adanya tidak takut terhadap celaan orang yang mencela”.
Dalam riwayat Nasa’i “Hendaknya kami bersikap adil di di mana saja kita berada.
Dari Abdullah bin Amr Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إنَّ الْمُقْسِطِيْنَ عِنْدَ الله عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُوْرٍ عَلَى
يَمِيْنِ الرَّحْمَنْ وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِيْنٌ الَّذِيْنَ يَعْدِلُوْنَ
فِي حُكْمِهِمْ أَهْلَهُمْ وَمَا وَلَّوْا.
Sesungguhnya orang-orang yang adil di sisi Allah akan berada di atas
mimbar dari cahaya yang berasal dari sisi kanan Ar Rahman dan kedua
tangan-Nya adalah kanan, orang-orang yang bersikap adil dalam memutuskan
hukum dan kepada keluarganya.
Wahai pendidik, ketahuilah boleh jadi ada anak baik sementara tumbuh
besar dari tengah-tengah kesesatan dan penyelewengan akhlak. Bahkan ada
anak yang baik tumbuh dari keluarga yang tidak mengenal agama atau
keluarga yang beragama sesat. Dan terkadang ada orang yang berusaha
dengan sungguh-sungguh untuk mendidik anak ternyata mengalami kegagalan.
Maka ketahuilah hidayah dan taufik hanya datang dari Allah sehingga
tugas kita hanya berusaha dan ikhtiar dengan disertai sikap tawakkal
kepada Allah karena Dialah yang menentukan semua hasil usaha.
Wahai saudaraku, berusahalah dengan sekuat tenaga untuk memberi
contoh dan teladan baik bagi anak-anakmu karena tingkah laku merupakan
cerminan hati maka hendaklah anak-anakmu selalu melihat kebaikan dari
semua urusanmu sekecil apapun sebab mendidik para pendidik lebih utama
karena itu sangat menentukan hasil usaha karena orang tidak mempunyai
sesuatu tidak akan bisa memberi maka agar tidak tidak dicela oleh zaman,
tempat dan kesulitan serta musuh maka hendaknya kita harus mendidik
diri secara baik.
Seorang penyair berkata.
نَعِيْبُ زَمَانَنَا وَالْعَيْبُ فِيْنَا * وَمَا لِزَمَانِنَا عَيْبُ سِوَاناَ
وَنَهْجُوْ ذَا الزَّمَانِ بِغَيْرِ ذَنْبٍ * وَلَوْ نَطَقَ الزَّمَانُ لَنَا هَجَانَا
Kita sering mencela zaman dan keadaan padahal kesalahan ada pada kita
sementara keadaan tidak mungkin menyimpan kesalahan kalau kita tidak
melakukan kesalahan.
Kita mencaci maki keadaan tanpa suatu kesalahan padahal seandainnya keadaan bisa berbicara maka ia akan balik mencela kita.
Ketika umat Islam meninggalkan manhaj Islam dan sunnah Nabi maka
mereka berada dalam kegelapan hidup, tidak sensitif terhadap
kemungkaran, mengekor kepada budaya dan tradisi barat dan timur baik
model pakaian dan model rambut maka di antara mereka ada yang memotong
rambutnya mirip rambut anjing, armbut kucing dan berpakaian menyerupai
perempuan serta kebiasaan menari, berjoget, menyanyi dan pamer keindahan
tubuh dan aurat. Umat kita kehilangan jati diri dan kepribadian ditelan
oleh sikap mengekor dan meniru orang-orang barat dan kafir sementara
secara tak sadar kaum muslimin telah dijadikan musuh sebagai sasaran
proyek penyesatan dan westernisasi karena prinsip pemikiran Yahudi
adalah merusak generasi umat lain agar negara Yahudi raya berdiri tegak.
Wahai saudaraku, anjurkan kepada keluargamu agar tetap berpegang
teguh dengan agama Allah dalam setiap keadaan dan ciptakan keluarga
rabbani yang terdidik berdasarkan cahaya ilahi dan sunnah nabi Muhammad.
Bermanhaj Islam, berdiri atas kalimat La Ilaha Illallah Muhammad
Rasulullah, bermoto kami menyembah kepada Allah dan hanya meminta
pertolongan kepada-Nya. Dengan demikian generasi bangsa akan baik dan
agama Islam akan kokoh serta umat Islam akan jaya menjadi pengendali
umat lain di atas muka bumi.
(Diangkat dari kitab bertajuk “Kaifa Turabbi Waladan Salihan” karya
Al Akh Al Maghriby bin As Sayyid Mahmud Al Maghriby semoga Allah
menjaganya) Ummu Rasyidah)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun VIII/1425H/2004M
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.
8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Riwayat muslim 17,18 dan dikeluarkan Abu Dawud 5225,
[2]. Riwayat Ahmad 6/71, 104) da tarikh Bukhari 1/412, Sya’bul Iman Oleh Baihaqi (6560, 7766) dari Aisyah
[3]. HR. Muslim 2594
[4]. HR. Muslim 2592
[5]. Riwayat Ahmad 2/513dan Thabrani di dalam Al Kabair2659, hakim di
dalam Mustadrak 3/183 sanad shahih, Dzahabi berkata Shahih lihat Majmu’
Zawaid 9/181.
[6]. Riwayat Abu Ya’la 4258, Ishaq 401, Dha’if jami’1927 dan Adhaifah 3194.
[7]. Riwayat Ibnu Majah 2013 dan Hakim di dalam Mustadrak 3/173 Hakim
berkata Sanad shahih atas syaradari Syaikhani dan ia tidak mengeluarkan
[8]. Hasan Riwayat Imam Ahmad (5/323) Ath Thabrani 8/167,232) Shahih Jami’2/5444
[9]. Shahih. Riwayat Abu Dawud 4943, Tirmidzi 1921, dikeluarkan Ahmad bin Hanbal 2/75, Shahih Jami’ 2/5444
[10]. Shahih :Riwayat Tirmidzi Shahih Jami’ 2/5445 Ash Shahihah 2190
[11]. HR. Bukhari 4918, 2071,2257 dan Muslim 2190, 2803
[12]. Tafsir Ibnu Katsir 4/502
[13]. HR. Bukhari 5/155, 157 dan Muslim 1623
[14]. Hasan: Ibnu Asakir (57/317), Di dalam silsilah Hadits Shahih 769, shahih Jami’ shaghir 107
[15]. Riwayat Thabrani di dalam Al Ausath 1002 dan Hakim (4/170-171)
dikeluarkan abu Na’im di dalam Akhbara Asbahani 2/48 di dalam Adh
Dha’ifah 5/62-64.
[16]. Riwayat Tirmidzi 2488, dia berkata Hadits Hasan, di dalam Ash Shahihah 938, Shahih Jami’ Shaghir 1/2609, Nahwa 2490.
[17]. Muttafaqun’alaih:Bukhari 6/419, 420 dan Muslim 2327.