Dalam situasi seperti masa-masa sekarang ini, saatnya kita super
hati-hati dalam menjadikan seseorang sebagai rujukan ilmu agama.
Imam Adz-Dzahabi –rohimahulloh– mengatakan:
“Mayoritas para imam salaf.. mereka memandang bahwa hati itu lemah dan syubhat itu menyambar-nyambar” (Siyaru A’lamin Nubala‘ 7/261).
Ini di zaman mereka, apalagi di zaman kita sekarang ini.. oleh karena
itu, harusnya kita selalu wasapada dan mengingat terus pesan-pesan para
ulama Ahlussunnah dalam masalah ini:
Sahabat Ibnu Abbas –rodhiallohu anhuma-:
“Dahulu, jika kami mendengar orang mengatakan ‘Nabi shollallohu
alaihi wasallam bersabda’; mata-mata kami langsung tertuju kepadanya,
dan telinga-telinga kami juga langsung mendengarkannya dg seksama.
Lalu ketika orang-orang menaiki tunggangan yg liar dan jinak (yakni:
menceburkan diri dalam urusan yg tidak mereka kuasai dg baik); maka kami
pun tidak mengambil dari orang-orang, kecuali ilmu yg kami ketahui
(sebelumnya)” (Muqoddimah Shahih Muslim 1/13).
Imam Ibnu Sirin –rohimahulloh-:
“Dahulu para ulama salaf tidak menanyakan tentang sanad, lalu ketika
terjadi fitnah, mereka pun mengatakan: ‘sebutkan kepada kami orang-orang
(sumber ilmu) kalian!’, maka jika dilihat orang tersebut ahlussunnah;
haditsnya diterima, dan jika dilihat orang tersebut ahli bid’ah;
haditsnya tidak diterima”. (Muqoddimah Shahih Muslim 1/15).
Beliau juga mengatakan dalam pesannya yang masyhur:
“Sungguh ilmu ini adalah agama kalian, maka lihatlah darimana kalian mengambil agama kalian”. (Muqoddimah Shahih Muslim 1/14).
Imam Ibrohim An-Nakho’i –rohimahulloh-:
“Dahulu, jika mereka ingin mengambil (ilmu agama) dari seseorang;
mereka (lebih dahulu) melihat kepada shalatnya, kepada penampilan
lahirnya, dan kepada perhatiannya terhadap sunnah”. (Al-Jarhu Wat Ta’dil libni Abi Hatim 2/29).
Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semua dalam menimba ilmu agama, dan semoga Allah meneguhkan kita di atas sunnah Nabi shollallohu alaihi wasallam, amin.
***
Penulis: Ustadz Musyaffa’ Ad Dariny, Lc., MA
Artikel Muslim.or.id