SARANA MENSUCIKAN HATI
Oleh.
Syaikh DR Mis'ad bin Musa'id al-Husaini
Syaikh DR Mis'ad bin Musa'id al-Husaini
Pertanyaan.
Apa saja yang dapat membersihkan hati?
Jawaban.
Tidak asing lagi bahwa sebaik-baik yang mensucikan jiwa seseorang adalah
ilmu syar’i, dan ilmu yang paling gung adalah ma'rifatullah (mengenal
Allah), memahami ayat-ayat al-Qur`ân serta Asma’ dan Shifat yang
terkandung di dalamnya. Hayatilah nama dan sifat Allâh Azza wa Jalla
yang maha indah itu kemudian beribadahlah kepada Allâh dengannya, karena
hal itu dapat menumbuhkan khasyatullâh (rasa takut kepada Allâh Azza wa
Jalla ) dalam jiwa seorang hamba. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNya hanyalah Ulama [Fâthir/35: 28]
Maka, barangsiapa lebih mengenal Allâh Azza wa Jalla , pastilah dia akan lebih merasa takut kepada-Nya.
Kemudian yang ke dua adalah banyak membaca serta mentadaburi al-Qur`ân,
karena ketekunan dalam membaca dan mentadaburinya dapat membukakan
pintu-pintu kebaikan yang tak terhingga, menghilangkan kesedihan, dan
menyingkirkan kesusahan.
Yang ke tiga adalah istighfar, memohon ampunan Allâh Azza wa Jalla .
Karena segala ujian yang menimpa seorang hamba baik berupa rasa cemas,
malas atau bahkan musibah, semua itu disebabkan oleh dosa-dosanya
sendiri, dan peleburnya adalah istighfar. Karenanya, Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوْبُوْا إِلَى اللهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ فَإِنِّيْ
أَتُوْبُ إِلىَ اللهِ فِيْ الْيَوْمِ أَكْثَرُ مِنْ سَبْعِيْنَ مَرَّةً
“Wahai sekalian manusia, bertaubatlah dan mohon ampunlah kalian kepada
Allah, karena sesungguhnya aku bertaubat kepadanya tuju puluh kali dalam
sehari” [HR. al-Bukhâri no. 5948, at-Tirmidzi no.3312, Ibnu Mâjah
no.3816]
Dan dahulu para Sahabat menghitung lebih dari seratus kali dalam satu majlis beliau mengatakan:
رَبِّ اغْفِرْلِي وَتُبْ عَلَيَّ
Ya Allâh ampunilah dosa-dosaku, dan terimalah taubatku
Setiap hamba tidak mungkin luput dari kesalahan dan sifat kurang
bersyukur, sehingga harus senantiasa memohon ampun atas segala
kekhilafannya. Walaupun seandainya dia telah berusaha menjalankan segala
ketaatan dan meninggalkan segala larangan, tetaplah dia tidak akan
mampu mensyukuri segala nikmat yang telah dikaruniakan kepadanya. Allâh
Azza wa Jalla berfirman:
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
jika kamu menghitung ni’mat Allah, maka kamu tidak akan dapat
menghinggakannya, sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat
mengingkari (nk’mat Allâh) [Ibrâhîm/14:34]
Bagaimana dia mensyukuri nikmat umur, penglihatan dan pendengaran,
nikmat harta dan anak keturunan, nikmat rasa aman, Islam dan iman, serta
nikmat mengenal sunnah Rasul, dan masih banyak lagi karunia-karunia
Allâh Azza wa Jalla yang maha agung. Itu semua wajib ia syukuri, dan
karena ia tidak mungkin sanggup mensyukuri semua nikmat tersebut maka
hendaklah senantiasa beristighfar memohon ampun kepada Allâh Azza wa
Jalla atas segala kekurangan.
Yang ke empat , memperbanyak dzikir, karena menyebut dan mengingat nama
Allâh Azza wa Jalla akan melapangkan hati dan membuat segala urusan
menjadi mudah. Dan lebih dari itu, sesungguhnya dzikir dapat menguatkan
seorang hamba. Sebagaimana diriwayatkan kisah Fathimah yang mendatangi
Rasûlullâh - atas saran Ali - untuk meminta seorang pembantu guna
meringankan pekerjaan rumahnya, karena setiap hari dia memasak dan
memikul kayu bakar sendiri. Akan tetapi, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam tidak mengabulkan permintaan tersebut. Beliau datang ke rumah
mereka dan mengajarkan dzikir sebagai ganti daripada pembantu:
أَلاَ أُخْبِرُكُمَا بِمَا هُوَ خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ؟! إَذَا
أَوَيْتُمَا إِلىَ مَضْجَعِكُمَا تُسَبِّحَانِ اللهَ ثَلاَثاً
وَثَلاَثِيْنَ وَتَحْمَدَانِهِ ثَلاَثًا وَثلَاَثِيْنَ وَتُكَبِّرَانِهِ
أَرْبَعًا وَثَلاَثِيْنَ فَذَلِكَ خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ
Maukah kalian berdua aku tunjukan pada sesuatu yang lebih baik dari
seorang pembantu?! Apabila kalian hendak tidur, maka ucapkanlah
subhânallâh 33 kali, alhamdulillâh 33 kali dan Allahu akbar 34 kali.
Maka itu semua jauh lebih baik bagi kalian dari seorang pembantu” [HR.
al-Bukhâri no.3502, Muslim no.2727, Abu Dawud no. 2988]
Para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud “lebih baik” pada hadits di
atas bukan hanya dalam masalah pahala, akan tetapi juga menunjukan bahwa
barangsiapa tekun membaca dzikir-dzikir tersebut akan diberi oleh Allâh
Azza wa Jalla kekuatan, semangat dan etos kerja yang membuatnya tidak
butuh pembantu lagi. Oleh karenanya, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah
mengkisahkan bahwa Ibnu Taimiyah (gurunya) apabila selesai menunaikan
shalat Subuh, beliau tetap duduk di tempatnya, beliau terus berdzikir
hingga terbit matahari kemudian shalat sunnah dua rakaat. Lalu beliau
berkata: “Inilah asupan giziku, kalaulah aku tidak mengkonsumsinya
pastilah kekuatanku akan sirna”.
Cobalah amalkan hal ini wahai saudaraku, tetaplah duduk di tempat
setelah shalat Subuh dan sibukkan diri dengan mengingat dan menyebut
nama Allâh Azza wa Jalla , kemudian shalatlah dua rakaat setelah
matahari terbit sepenggalan naik, niscaya akan engkau dapatkan kekuatan
baru dan semangat yang tak terduga. Bandingkan dengan orang yang tidur
setelah shalat Subuh, tidurnya lebih banyak dari tidurmu, akan tetapi
semangatnya tidak akan mengalahkan semangatmu
Kemudian hal penting ke lima yang dapat membuat hati lapang adalah
memperbanyak salawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
sebagaimana kisah seorang shahabat yang mengisi sebagian doanya dengan
memohon kebaikan untuk dirinya sendiri, dan sebagian lagi untuk shalawat
kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Ia bertanya, "Wahai
Rasulullah, berapa banyakkah shalawat yang harus aku haturkan untukmu
dari doa ku?". Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Terserah
engkau!”. Ia bertanya lagi, "Sepertiganya, wahai Nabi?". Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Terserah engkau, tapi jika
engkau menambahnya, maka lebih afdhol”. Ia bertanya lagi, "Setengahnya
wahai Nabi?". Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Terserah
engkau, tapi jika engkau menambahnya maka lebih afdhol”. Ia bertanya,
"Seluruhnya wahai Nabi?". Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“Jika benar demikian, maka akan hilang rasa gundahmu, dan diampuni
dosamu”.
(Syaikh DR Mis'ad bin Musa'id al-Husaini adalah dosen Ulumul Qur'an Universitas Islam Madinah KSA)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XVI/1433H/2012.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016] almanhaj.or.id