KERUGIAN HAKIKI
Oleh
Syaikh Abdul Bari ast-Tsubaiti
Semua orang pasti ingin selalu bahagia dan tidak pernah menginginkan
kesengsaraan walau sejenak. Semua orang ingin senantiasa beruntung dan
berusaha maksimal menghindari kerugian, namun apa hendak dikata, fakta
berbicara lain. Tidak semua yang diinginkan manusia di dunia terwujud,
terkadang apa yang justru dihindari menjadi fakta yang harus diterima,
meski terasa pahit. Kerugian terus mendera. Kenyataan pahit ini disikapi
dengan sikap yang berbeda-beda, mulai dari sikap ekstrim sampai yang
biasa-biasa saja. Terkadang sikap itu justru mendatangkan kerugian atau
penderitaan baru, seperti bunuh diri – na’ûdzu billâh-, merusak harta
benda, mencederai diri sendiri atau mencederai orang lain. Tapi ada juga
yang menyikapi dengan santai, tenang dan penuh kesabaran. Dia menyadari
bahwa kerugian yang dialami di dunia ini bukanlah kerugian hakiki,
bukan kerugian yang akan mendatangkan penderitaan abadi; Dia bukanlah
kerugian yang disebutkan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam firman-Nya :
قُلْ إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ
وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ أَلَا ذَٰلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ
الْمُبِينُ
Katakanlah, “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang
yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat”.
ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. [Az-Zumar/39:15]
Kerugian yang disebutkan dalam ayat di atas itulah kerugian yang
hakiki, yang akan menyebabkan penyesalan yang kekal. Kerugian pada hari
kiamat; kerugian disaat kebaikan dan keburukan manusia ditimbang dengan
timbangan teradil yang tidak mengandung kecurangan sama sekali. Semoga
Allâh Azza wa Jalla menyelamatkan kita semua dari kerugian tersebut.
Kerugian pada hari kiamat merupakan akibat dari perbuatan kita selama
hidup di dunia. Jika kesempatan hidup ini bisa kita manfaatkan dengan
baik dan maksimal sebagaimana seorang pebisnis memanfaatkan modal
usahanya yang sangat terbatas untuk meraih keuntungan
sebanyak-banyaknya, maka insya Allâh kita akan terselamatkan dari
kerugian tersebut.
Kerugian terburuk yang menimpa seseorang adalah kerugian yang menimpa
agamanya, karena kerugian ini akan menyebabkan penderitaan abadi di
akhirat. Kerugian yang menimpa agama seseorang merupakan musibah
terparah bagi seseorang. Oleh karena itu, diantara do’a Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah :
… وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِي دِيْنِنَا
Janganlah Engkau menjadikan musibah pada agama kami
Apalagi jika musibah pada agama ini sampai menyeretnya ke lembah kemurtadan – na’ûdzu billâh.
Diantara ciri orang yang menderita kerugian dengan kerugian hakiki
adalah ia melalaikan kesempatan beramal shaleh dalam kehidupannya. Dia
membiarkan kesempatan itu lewat begitu saja, sehingga akhirnya saat
kematian tiba, amal kabaikan yang pernah dilakukannya masih sedikit,
sementara keburukannya menggunung. Jika demikian keadaannya, timbangan
keburukannya akan mengalahkan timbangan kebaikannya. Orang seperti ini
termasuk yang merugi, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :
وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ ۚ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ
فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿٨﴾ وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ
فَأُولَٰئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا
يَظْلِمُونَ
Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barangsiapa
berat timbangan kebaikannya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Dan barangsiapa ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang
yang merugikan dirinya sendiri. [Al-A’raf/7:8-9]
Tanda-tanda orang merugi lainnya adalah sering mengingkari janji,
membuat kerusakan di muka bumi dengan menyebarkan syubhat dan
membangkitkan nafsu syahwat. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ
وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي
الْأَرْضِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allâh sesudah
perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allâh
(kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka
bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi. [Al-Baqarah/2:27]
Orang tunduk dan taat kepada orang-orang kafir serta memberikan
loyalitas kepada mereka juga diantara ciri orang yang rugi. Al-Qur’an
dengan tegas telah mengingatkan terhadap perbuatan yang menyebabkan
akibat buruk ini. Karena orang-orang kafir itu akan berusaha membuat
kita seperti mereka. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا الَّذِينَ كَفَرُوا يَرُدُّوكُمْ عَلَىٰ أَعْقَابِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ
Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu mentaati orang-orang yang
kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada
kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi. [Ali Imran/3:149]
Termasuk orang-orang yang merugi pada hari Kiamat adalah orang yang
hanya beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla di saat dia mendapatkan
anugerah kebaikan, disaat hidupnya nyaman, enak dan makmur atau dia
beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla disaat apa yang dilakukan itu bisa
mendatangkan keuntungan atau kebaikan duniawi. Allâh Azza wa Jalla
berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَىٰ حَرْفٍ ۖ فَإِنْ
أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ ۖ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ
عَلَىٰ وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ
الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
“Dan di antara manusia ada orang yang beribadah kepada Allâh dengan
berada di tepi (tidak dengan penuh keyakinan); Maka jika ia memperoleh
kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu
bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di
akhirat. yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. [Al-Hajj/22:11]
Termasuk merugi juga yaitu orang yang dilalaikan oleh harta dan
keluarga sehingga tidak bisa beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla .
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا
أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ
هُمُ الْخَاسِرُونَ
Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan
kamu dari mengingat Allâh. barangsiapa yang berbuat demikian Maka
mereka Itulah orang-orang yang merugi. [Al-Munafiqun/63:9]
Dan masih banyak lagi ayat-ayat al-Qur’an yang menyebutkan kata
merugi dan hal-hal yang menyebabkan kerugian. Ini semua dalam rangka
mengingatkan manusia agar tidak tertimpa kerugian yang mengakibatkan
penderitaan yang tidak terperikan akibatnya dalam kehidupan akhirat.
Akhirnya, kita memohon kepada Allâh Azza wa Jalla agar menjaga dan menyelamatkan kita dari kerugian-kerugian tersebut.
Bagaimanakah cara kita menghindari kerugian tersebut ? Manakah bisnis yang bisa mendatangkan keuntungan ?
Jawabannya telah dijelaskan dalam al-Qur’an dengan penjelasan gamblang dalam al-Qur’an, Surat al-‘Ashr.
Dalam ayat lain dijelaskan rambu-rambu bisnis yang mendatangkan
keuntungan serta dijamin tidak akan tersentuh kerugian. Allâh Azza wa
Jalla berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَارَةٍ
تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ ﴿١٠﴾ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ۚ
ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Wahai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu
perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari adzab yang pedih ? (Yaitu)
kamu beriman kepada Allâh dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allâh
dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui. [Ash-Shaff/61:10-11]
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ
وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ
تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allâh dan
mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang kami
anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka
itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. [Fathir/35:29]
Itulah jawabannya. Itulah cara dan langkah-langkah yang bisa ditempuh
untuk menghindari kerugian dan meraih keuntungan. Barangsiapa
melalaikan dan mengabaikan cara yang diberikan oleh Allâh Azza wa Jalla
tersebut, kerugian pasti tidak akan terelakkan dan dia akan merasakan
penyesalan yang tiada tara. Dia akan menyesali prilakunya yang telah
menyia-nyiakan kesempatan beramal yang tidak akan pernah kembali lagi.
Dia akan menyesali dirinya, sebagaimana Allâh Azza wa Jalla berfirman
tentang mereka ini :
حَتَّىٰ إِذَا جَاءَتْهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً قَالُوا يَا حَسْرَتَنَا
عَلَىٰ مَا فَرَّطْنَا فِيهَا وَهُمْ يَحْمِلُونَ أَوْزَارَهُمْ عَلَىٰ
ظُهُورِهِمْ ۚ أَلَا سَاءَ مَا يَزِرُونَ
Sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka
berkata, “Alangkah besarnya penyesalan kami, terhadap kelalaian kami
tentang kiamat itu!”, sambil mereka memikul dosa-dosa di atas
punggungnya. Ingatlah, amat buruklah apa yang mereka pikul itu.
[Al-An’am/6:31]
Semoga kita semua senantiasa berada dalam hidayah Allâh Azza wa Jalla
dan senantiasa mendapatkan taufiq dari Allâh Azza wa Jalla untuk
beramal sesuai dengan aturan Allâh Azza wa Jalla.
(Diangkat dari khutbah Syaikh Abdul Bari ast-Tsubaiti di Masjid
an-Nabawi, pada tanggal 30 Jumadil Akhir 1434 H dengan judul al-Khasâtul
Haqîqiyatu)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XVII/1435H/2014M.sumber : almanhaj.or.id]