Rabu, 15 Juni 2016

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Mengingatkan Bulan Ramadhan

NABI SHALLALLAH ‘ALAIHI WA SALLAM MENGINGATKAN BULAN RAMADHAN



Puasa, seperti dikatakan Ibnul Qayyim, memberikan pengaruh mengagumkan dalam memelihara anggota badan dan kekuatan batin, serta mengatur metabolisme, sehingga tubuh mendapatkan keseimbangan. Dia membersihkan zat-zat yang dapat mempengaruhi kesehatan. Puasa juga akan menjaga kesehatan hati dan anggota tubuh, setelah dikuasai oleh jerat-jerat syahwat. Ia sangat berperan dalam membantu mendatangkan ketakwaan.
Keagungan bulan Ramadhan, membuat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan para sahabat tentang  kedatangannya. Anas bin Malik berkata: Bulan Ramadhan telah tiba. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ هَذَا الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ وَفِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَهَا فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ كُلَّهُ وَلاَ يُحْرَمُ خَيْرَهَا إِلاَّ مَحْرُومٌ

Sesungguhnya bulan ini (Ramadhan) telah datang kepada kalian. Padanya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa saja yang terhalangi darinya, sungguh ia telah terhalangi dari semua kebaikan. Dan tidak ada yang terhalangi (darinya), kecuali mahrum (yang memang terhalangi dari kebaikan).(  HR Ibnu Majah. Syaikh al Albani menilainya shahih. Lihat Shahihut Targhib wat Tarhib, Maktabah al Ma’arif, Riyadh, Cet. I, Th. 1421H, 1/586 )

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan penuh iman dan ihtisab, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu. ( HR al Bukhari, Muslim, Abu Daw`ud, dan Ibnu Majah. )

Menurut al Khaththabi, maksud hadits ini adalah, berpuasa dengan membenarkan kewajibannya dan mengharapkan pahalanya, dengan hati yang rela, tidak membencinya, tidak menganggapnya berat, atau merasa hari-harinya terlalu panjang. Namun, memanfaatkan sepanjang hari-harinya karena besarnya pahala.

Saat berada di bulan Ramadhan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terlihat sangat memperbanyak ibadah-ibadahnya. Pada bulan ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terlihat sangat dermawan, memperbanyak sedekah dan membaca al Qur`an. Malaikat Jibril melakukan mudarasah al Qur`an bersama beliau.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan berbuka puasa dengan kurma. Bila tidak dijumpai, maka berbuka puasa dengan air. Ini merupakan kesempurnaan kasih-sayang beliau kepada umatnya. ‘Sesungguhnya pemberian makanan manis saat lambung dalam keadaan kosong akan lebih mudah diserap, dan tubuh akan menerima langsung manfaatnya, terutama kekuatan pandangan, akan bertambah kuat karenanya. Tentang air, sesungguhnya hati menjadi lebih kering disebabkan puasa. Jika dilembabkan dengan air, maka manfaatnya bagi makanan yang hendak diserap menjadi lebih sempurna. Oleh karena itu, orang yang kehausan lagi kelaparan, hendaknya meminum air terlebih dahulu sebelum makan’.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan mempercepat berbuka puasa, tanpa menunda-nundanya. Kata Anas, aku tidak pernah melihat Rasulullah shalat Maghrib kecuali setelah berbuka puasa, meski dengan satu tegukan air saja.

Saat melakukan perjalanan, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berpuasa dan pernah juga tidak berpuasa. Beliau memberikan keleluasaan kepada para sahabat untuk memilihnya, sesuai kemampuan. Ketika berpuasa, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap berkumur dan menghirup air (istinsyaq), akan tetapi perlu diingat, beliau melarang orang yang berpuasa melakukan istinsyaq secara berlebihan.

Pada bulan Ramadhan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah mencium sebagian istrinya. Tentang hal ini, Imam Muslim dalam Shahih-nya (1106) menuliskan sebuah bab berjudul “penjelasan bahwa ciuman saat puasa tidak haram bagi orang yang bisa menjaga syahwatnya”. Sedangkan at Tirmidzi berkata: “Sebagian ulama berpendapat, orang yang berpuasa, bila mampu mengendalikan diri, ia boleh mencium. Kalau tidak, hukumnya tidak boleh. Agar puasanya selamat. Ini adalah pendapat Sufyan, asy Syafi’i, Ahmad dan Ishaq”.

Agar puasa seorang hamba bernilai, hendaklah kita menjaganya, jangan sampai menodai kesucian dan kesempurnaan puasa dengan perbuatan-perbuatan dosa. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

" Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh pada puasanya. "

(Diadaptasi dari Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim, tahqiq Syu’aib dan Abdul Qadir al Arnauth, Muassasah ar Risalah, Cet. III, Th. 1421H (2/27-58)).

[sumber : almanhaj.or.id yang disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun X/1427/2006M.]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar