MENUJU RUMAH TANGGA
BAHAGIA
Oleh :
Ustadz Zaenal Abidin bin Syamsudin, Lc hafidzahullah
Mau .....Sukses?
Kebahagiaan,
merupakan kalimat abstrak yang perlu digali, diurai makna dan tafsirannya di
alam realita. Kebahagiaan laksana mutiara yang terpendam di dasar laut, untuk
menggapainya butuh kerja keras dan mencurahkan segala tenaga, pikiran, serta
mengerahkan faktor-faktor pendukungnya sambil memohon bantuan dan tawakkal
kepada Allah subhanahu
wa ta'ala , sebagaimana Ali bin Abu Thalib radhiyallahu anhu berkata,
ترخو النخاة ولم تسلك مسالكها
إن االسفينة تجرى على اليبس
“ Engkau berharap kesuksesan sementara tidak berjalan pada tempatnya.
Sesungguhnya perahu tidak mungkin berlayar di daratan. " [1]
فوالله لاالفقرأخشى عليكم ، ولكن أخشى عليكم أن تبسط علبكم الدنيا كم
بسطت على من كان قبلكم ، فتنا فسوها كما تنافسوها وتهاككم كما أهلكتهم
“Demi Allah aku tidak mengkhawatirkan kemelaratan atas kalian.
Namun aku khawatir apabila dunia dilimpahkan kepada kalian, seperti yang
terjadi pada umat sebelum kalian. Maka kalian akan berlomba untuk
mendapatkannya, sebagaimana ine-mkalerlamba-lamba dalam hal itu. Dan dunia itu
akan merusak kalian sebagaimana merusak mereka."[2]
Dan tidak kalah
penting, dalam menggapai kebahagiaan jangan mengusik ketenangan orang lain
termasuk pasangan sendiri. Karena. seringkali, bahkan tidak sedikit orang
berprinsip, "Yang penting saya puas.” Padahal kepuasan ada dua maucam;
kepuasan yang mengacu pada hawa nafsu yang memn buka pintu keburukan dan kepuasan
yang berpijak pada wahyu yang mengajak kepada kebaikan. Kerap kita saksikan,
suami istri sangat bersemangat untuk meraih ketentraman dan kedamaian hidup,
akan tetapi saat ada masalah yang mengganggu kebahagiaan dan ketenangan
dirinya, tidak jarang langkah dan cara yang ditempuh menambah penderitaan orang
lain terutama pasangannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengingatkan pasangan suami istri dengan
bersabda.
لا ضرب ولا ضرار من ضار ضره الله ومن شاق شق الله عليه
”Tidak boleh menimbulkan bahaya dengan tidak sengaja, dan tidak
boleh membalas bahaya dengan sen gaja.[3] Siapa yang
menimbulkan bahaya dengan sengaja, maka Allah akan menimpakan bahaya kepadanya
dan siapa yang mencelakakan dengan sengaja, maka Allah akan menimpakan bencana
atasnya. " [4]
Orang yang
hanya mementingkan kenyamanan dan ketenangan dirinya tanpa memperdulikan orang
lain dan merasa bahwa dirinya orang yang paling menderita, paling sengsara,
yang terkurung dalam kabut duka sehingga yang dilakukan hanya mengeluh dan
menyalahkan pasangannya atau orang lain. Dia lupa terhadap pesan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
dalam sabdanya.
المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده
”Muslim adalah di mana kaum Muslimin selamat dari tangan dan
lisannya. " [5]
Di antara
anggota tubuh yang paling menentukan surga dan neraka seseorang adalah tangan
dan mulut, karena keduanya selalu terlihat dalam setiap ibadah dan maksiat, bahkan
dalam menentukan kebahagiaan dan kesengsaraan, maka jagalah keduanya agar anda
meraih kesuksesan dunia dan akhirat.
Harus Mau Berubah
Wahai
Saudaraku, ketahuilah, ada dua faktor penentu kebahagiaan hidup, pertama dari
dalam diri sendiri dan kedua ditentukan oleh kondisi lingkungan sekitarnya.
Namun faktor penentu adalah dari diri sendiri yaitu sejauh mana anda mampu
mengendalikan suasana hati untuk beradaptasi di setiap perubahan. Inilah yang
dimaksud dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
عجبا لأمر المؤمن إنّ أمره كلّه خير وليس ذاك
لأحد إلّا للمؤمن إن أصابته ضرّاء صبر فكان خيرا له وإن أصابته سرّاء شكر فكان
خيرا له
"Sungguh mengagumkan urusan setiap orang beriman karena
seluruh urusannya baik dan tidak dimiliki kecuali oleh seorang Mukmin, bila
tertimpa musibah bersabar maka baiklah buatnya dan bila mmdapatkan nikmat
bersyukur maka baiklah buatnya." [6]
Mustahil
anda bisa bahagia dan terbebas dari rasa gundah dan gelisah, jika diri anda
masih sulit menerima perubahan. Sementara kesuksesan dan nasib hidup anda
sangat ditentukan oleh sikap, kemauan dan kemampuan anda untuk berubah dari
kondisi yang buruk menuju ke yang lebih baik dan anda harus berkeyakinan kuat
bahwa anda pasti bisa merubahnya, Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا
بِأَنْفُسِهِمْ
"Sesungguhnya Allah tidak merubah
keadaan suatu kaum, hingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri.” (Ar-Ra'du:
11).
Sungguh,
merubah kebiasaan buruk bukan pekerjaan berat, anda hanya membutuhkan waktu
tidak kurang dari 40 hari, caranya pikirkan, petakan, diskusikan, kerjakan,
biasakan dan budayakan. Dengan diiring tindakan yang sportif, Insya Allah Ta’ala
anda akan selalu di atas kebaikan selagi anda tetap berpikir baik dan berusaha
untuk menjadi orang baik. Tidaklah terpuji orang yang bisa menghadiahkan
kebaikan kepada orang lain, tetapi melupakan dirinya sendiri dan orang
terdekatnya. Sementara orang yang paling berhak mendapatkan hadiah tersebut
setelah dirinya adalah keluarganya. Jika tidak, maka dia laksana pohon labu
yang tumbuh di tanah, namun berbuah di pohon lain. Demi Allah Ta’ala,
itu merupakan aib besar.
كتاركة بيضها في العراء
وملبّسة بيض أخرى جناحا
“laksana burung meninggalkan tclur di padang pasir, namun mengerami telur burung lain. "
Janganlah
kalian ikuti keinginan nafsu dan dorongan syahwat, dengan mengorbankan
kebahagiaan abadi, Imam Ibnul Jauzi Sale berkata, Hendaknya orang yang berakal
mengerti bahwa para pecandu syahwat akan mendapati suatu kondisi di mana dia
tidak bisa menikmati kelezatannya akan tetapi sulit untuk meninggalkannya,
karena telah menjadi rutinitas hidup.. Para pecandu khamr dan pezina akan
kehilangan kelezatan sepuluh kali lipat bagi orang yang tidak kecanduan. Hanya
saja, kebiasaan telah membelenggunya untuk meneruskannya. Oleh sebab itu anda
jangan terjerumus dalam keharacuran dan petaka hanya karena kebiasaan yang
sulit dihindarkan. [7]
Jangan Bingung
Bingung! Kemana
harus melangkah untuk mencari kebahagiaan? Harta melimpah, rumah mewah bagaikan
istana, kekuasaan dan popularitas ada di genggamannya, tetapi keba. hagiaan
tidak pernah menyapanya, kegelisahan menimpa hidupnya,dan kegersangan menerpa
hatinya. Namun ada sebagian urang menikmati kebahagiaan, ketenangan dan
kenyamanan tanpa harta melimpah, tinggal di rumah sederhana, tidak memiliki
kepopularitasan dan kekuasaan. Lalu di manakah sebenarnya letak kebahagiaan itu
berada?
Allah subhanahu wa ta'ala
berfirman.
مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ
مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
" Barangsiapa yang mengerjakan amal salih, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (An-Nahl: 97).
Kebahagiaan
tidak akan dirasakan sebelum mampu mencintai kemuliaan, memetik pelajaran dari
musibah orang lain, mencintai apa yang dikerjakan bukan mengerjakan apa yang
dicintainya. Orang yang paling bahagia adalah mereka yang mampu mengambil
pelajaran terhadap masa lalunya dan menjadi cambuk masa depannya, bersikap
realistis menjalani kehidupan sekarang dan optimisme menghadapi masa yang akan
datang, barangsiapa yang meratapi kegagalan masa lalunya hidupnya akan
dirundung kesedihan. Orang yang tidak mampu berbuat yang terbaik untuk hari ini
akan tersingkir dan terhempas dari arena kehidupan dan Orang yang takut
menghadapi masa yang akan datang akan dipenuhi kebimbangan dan ketakutan.
Sang Penyair
berkata,
خير الأمر ما اسنقبلت منه
و ليس بأن تتبّعه اتّباعا
Sebaik-baik urusan adalah suatu yang sedang kamu menghadapinya
Bukan hanya nwngilcuti lamunan masalalu (yang tidak ada manfaatnya)
Ali bin Abu
Thalib radhiAllahu
‘anhu berkata,
"Sungguh dunia semakin habis berlalu dan akhirat semakin mendekat,
sedangkan keduanya masing-masing mempunyai anak turunan. Dan jadi-lah kalian
anak turunan akhirat dan jangan menjadi anak turunan dunia, karena sekarang
kesempatan beramal tanpa ada hisab dan besok hanya ada hisab sementara tidak
ada kesempatan beramal."[8]
Tidak pernah
dianggap baik dalam sikap berlebihan dan tidak dianggap berlebihan dalam setiap
kebaikan.
Cara Mudah Meraih Bahagia
Manusia yang
bisa menggapai kebahagiaan adalah mereka yang mampu mengenali jati dirinya,
menjaga lisannya, bersikap qana’ah dalam menerima karunia Allah Ta’ala,
pola pikirnya bersih dari syubhat, tingkah lakunya terbebas dari belenggu
syahwat, mata batinnya tidak silau dengan fatamorgana dunia, nafsunya tidak
diperbudak oleh kepentingan sesaat dan jiwanya tidak dikuasai dendam dan
amarah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إن من خياركم أحسنكم أخلاقا
“ Sesungguhnya orang yang paling baik di antara kalian adalah yang
paling bagus akhlaknya. ”[9]
Mata air
kebahagiaan hanya mengalir dari keimanan yang sempurna, kesungguhan menjalankan
ketaatan, ketegasan meninggalkan larangan, cinta terhadap kebenaran dan benci
kepada kebatilan, membasahi hati dan lisan dengan dzikir, menumbuhkan rasa
cinta, harap dan takut disetiap saat dalam rangka mengejar surga dan
ampunan-Nya, Allah Ta’ala berfirman,
وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُواْ فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا
دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ إِلاَّ مَا شَاء رَبُّكَ عَطَاء غَيْرَ
مَجْذُوذٍ
"Adapun
orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam syurga, mereka kekal di
dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang
lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya. " (Hud: 108).
Usirlah rasa
pesimis dari diri kalian, kemudian optimislah dalam menjalani hidup, niscaya
lentera rahmat, cakrawala hidup, dan limpahan barokah terbuka lebar di hadapan
kalian. Dan orang yang jauh dari Allah Ta’ala
berada dalam kegelisahan, kegundahan dan kesedihan. Sungguh indah ungkapan yang
disampaikan oleh Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika beliau berkata,
"Sesungguhnya ada surga dunia, siapa yang belum memasukinya, tidak akan
masuk surga akhirat. Apa yang bisa diperbuat oleh musuh-musuhku jika tamanku
dan kebunku ada di dalam dadaku, sungguh penjara tempat mu-n najatku,
terbunuhku mati syahid, diasingkanku sebagai ben-tuk tamasyaku.” [10] Jika kalian
ingin mengusir rasa gelisah, maka kuasailah diri kalian, perbaikilah pola
pikir, luruskan niat kalian, beramallah untuk kepentingan akhirat, dekatkanlah
diri kalian kepada Allah, ingatlah Allah subhanahu wa ta’ala saat lapang
niscaya Dia mengingat kalian saat sempit, mohonlah pertolongan dan bertakwalah
kepada-Nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Bersabda,
المؤمن القوى خير وأحب إلى الله من المؤمن الضعيف . وفي كل خير . احرص
على ما ينفعك واستعن بالله . ولا تعجز . وإن أصابك شيء فلا تقل : لو أني فعلت كان
كذا وكذا . ولكن قل : قدرالله وما شاء فعل . فإن لو تفتح عمل الشيطان
“ Sesungguhnya seorang Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih
dicintai Allah daripada seorang Mukmin yang lemah dan ma-sing-masing di atas
kebaikan. Berusahalah meraih suatu yang bermanfaat buat dirimu, mintalah
bantuan kepada Allah dan jangan melemah. Dan bila kamu tertimpa suatu musibah, maka jangan berkata, "Andaikata
aku berbuat ini, maka akan terjadi demikian. " Tetapi katakan, "
Semuanya atas takdir Allah dan apa yang dikehendaki pasti terjadi. "
Karena mengandaikan sesuatu membuka tipu daya syetan."[11]
Jangan anda
panggul sendiri semua beban hidup di atas kepalamu, “tempuhlah segala upaya
secara maksimal lalu serahkan hasilnya kepada-Nya, janganlah kesedihan esok
hari yang belum terjadi menjadi beban pikiran anda, dan hadapilah semua masalah
dengan penuh optimis. Apakah anda mengira bahwa Allah menghinakan anda? Demi
Allah subhanahu wa ta’ala, tidak mungkin. Karena Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman,
اللَّهُ لَطِيفٌ بِعِبَادِهِ
"Allah
Mahalembut terhadap hamba-hambanya." (Asy-Syura: 19).
Sesungguhnya
Allah di? sangat menyayangi hamba-Nya yang bersabar dan bertakwa sebagaimana
yang Dia tegaskan dalam Firman-Nya,
إِنَّهُ مَن يَتَّقِ وَيِصْبِرْ فَإِنَّ اللّهَ لاَ يُضِيعُ أَجْرَ
الْمُحْسِنِينَ
"Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang
berbuat baik. "
(Yusuf: 90).
Allah Ta’ala
tidak akan memberikan ketetapan untukmu kecuali kebaikan, meskipun nampak buruk
secara dhahirdipandanganmu, kamu akan memahami hakikat Firman Allah Ta’ala,
وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن
تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ
تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah
mengetahui sedang kamu tidak meengetahui.” (Al-Baqarah : 216).
Jadi, jiwa seseorang
merupakan titik awal sumber kebahagiaan. Jika seseorang bisa menguasai jiwanya,
mengendalikan suasana batinnya dan mampu mengarahkannya untuk meniti jalan
hidayah, niscaya dia mampu melahirkan maha karya dalam hidupnya, mampu
menguasai dan menyikapi segala kondisinya dan dia akan terbang di alam
kebahagiaan dan sanggup menerjang setiap badai permasalahan yang
meng-hadangnya, sehingga dia akan mendapatkan ketenangan batin yang selama ini
dia cari - insya Allah-.
Realistis, Jangan Sok
ldealis
Saudaraku,
suatu yang bagus menjadi tidak bagus bila yang diinginkan lebih bagus. Adakah
salah seorang di antara kalian pernah berbisik kepada dirinya sendiri, "Aku
lebih bahagia saat aku masih membujang daripada keadaanku sekarang!"
Kebanyakan para
suami maupun istri, ketika memulai kehidupan berumah tangga, mereka semua
mengharapkan kehidupan yang ideal, romantis dan harmonis bak kisah roman
picisan Romeo dan Juliet. Sang suami menginginkan istrinya selalu tampil
cantik, ceria setiap saat, menyambutnya dengan hangat setiap kali suaminya
datang, tampil dan bertingkah laku sesuai keinginannya, rumah tertata bersih
dan rapi, makanan senantiasa tersaji di meja makan, anak-anak tenang, apabila
sakit atau tertimpa musibah dia menginginkan istrinya seperti ibunya yang
merawat dan melayaninya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Bukan suatu
hal yang berlebihan memang bila dikatakan kebanyakan suami mengharapkan istri
mereka bisa seperti ibunya dalam memberikan perhatian, pelayanan, dan bersabar
atas segala perbuatan yang dia lakukan. Memang benar, di antara kriteria wanita
shalihah adalah sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أفضله لسان ذاكر وقلب شاكر وزوجة صالحة تعين ااؤمن على إيمانه .
”Harta yang paling baik adalah lisan yang selalu berzikir, hati
yang selalu bersyukur, dan istri shalihah yang membantu seutasng Mukmin atas
keimanannya. "[12]
Sementara
seorang istri -sebaik apapun- tidak akan bisa
tampil seperti ibu yang sayang kepada anaknya. Anda ingin tahu apa yang menjadi
penyebabnya? Istri bukanlah seorang ibu, seorang ibu ketika memberikan curahan
perhatian, dia berikan tanpa imbalan, murni karena dorongan fitrah kasih sayang
sebagai seorang ibu. Adapun seorang istri, mereka menginginkan apa yang
dinginkan oleh suaminya. Saat seorang istri memberikan perhatian kepada
suaminya, pada hakikatnya dia mengungkapkan sebuah permintaan dari suami dan
mengharapkan balasan sepadan darinya.
Wahai para
suami yang menginginkan istrinya "seperti yang dia idamkan",
sadarilah bahwa anda tidak akan pernah mendapatkan istri seperti itu, karena
istri anda pun menuntut hal yang sama seperti yang anda inginkan, dan anda pun
tidak mampu mewujudkan impian istri anda. Oleh sebab itu hendaklah para suami
bisa menerima istrinya apa adanya, seorang istri memiliki hak-hak yang harus
dipenuhi sebagaimana kewajiban yang harus dia lakukan, istri memiliki kelebihan
yang kalian kagumi dan memiliki kekurangan yang kalian benci. Sehingga sikap
terbaik bagi semua pihak adalah memandang secara realistis, mengajukan tuntutan
sederhana dan menimbang dengan bijak kekurangan dan kelebihan pasangannya sebagaiman
anjuran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menasihati para
suami melalui sabdanya,
لا يفرك مؤمن مؤمنة إن كره منها خلقا رضي منها خلقا أخر .
”Janganlah seorang (suami) Mukmin membenci (istrinya) Muka minah,
jika dia membenci salah satu perangai istrinya, pasti dia suka terhadap
perangai yang lain. ”[13]
Di lain pihak,
para istri mengharapkan suaminya "seperti yang dia idamkan.“ Suami
Ideal yang memiliki sifat mulia seabagaimana sifat yang dimiliki bapaknya, dan
bila mendapatkan kekurangan yang ada pada diri suaminya dia akan mengatakan
bahwa dia telah salah memilih suami.
Wahai para
suami dan begitu pula wahai para istri terimalah pasangan anda yang sekarang
ada di hadapan anda, tunaikan hak dan kewajiban anda untuk mencari keridhaan
Allah Ta’ala, berfikirlah realistis jangan sok idealis, dan masing-masing
saling memahami dan mencintai niscaya kebahagiaan akan kalian peroleh. Jadilah
suami yang saleh niscaya akan mendapatkan istri shalihah yang merupakan harta
paling berharga yang kalian miliki.
Harus Saling Pengertian
Pernikahan
adalah sebuah ikatan yang sangat kuat dan merupakan bentuk kerja sama yang
sangat unik, karena masing-masing harus bisa menerima dan memberi, menyayangi,
mencintai dan menghargai, menopang dan melindungi, serta membela dan berkorban.
Bila pernikahan hanya bertujuan untuk menutupi kekurangan yang ada pada
dirinya, sudah dipastikan bahwa dia tidak akan mendapatkannya, bahkan terkadang
dia akan merasa jenuh dan resah menjalani kehidupan berumah tangga. Misalnya,
seseorang yang menikah ingin keluar dari jeratan hutang, atau berharap hidup
serba ada dari jerih payah istri, atau ingin menunjukkan kejantanan, karena
mungkin ketika sebelum menikah, dia kurang percaya diri, sehingga dia menonjolkan
gaya kepemimpinan otoriter kepada istrinya yang lemah dan patut dikasihani.
Maka, tidak mengherankan jika dia menjadi suami mudah marah dan emosi hanya
karena masalah sepele, dia ingin memegang segala wewenang rumah tangga meskipun
hanya dalam urusan sepele sementara
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إن المرأة خلقت من ضلع لن تستقيم لك على طريقة فإنْ استمتعت بها
استمتعت بها وبها عوج وإنْ ذهبت تقيمها كسرتها و كس ها طلاقها .
"Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk yang tidak
akan bisa lurus bersamamu di atas satu jalan, jika kamu menikmatinya, maka kamu
menikmatinya dalam kondisi bengkok namun bila anda ingin meluruskannya, maka
boleh jadi patah dan patahnya adalah thalak."[14]
Pernikahan
adalah terhimpunnya dua pasang manusia laki-laki dan perempuan yang ada
kecocokan, dan telah matang dalam berpikir, bukan pasangan cengeng yang bersifat
kekanak-kanakan, pernikahan sebuah aktivitas untuk mem-bina keluarga dan sebuah
tanggung jawab yang tidak ringan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam,
كلّكم راع وكلّكم مسئول عن رعيّته والأمير راع والرّجل راع على أهل بيته والمرأة راعية على بيت
زوجها وولده فكلّكم راع و كلّكم مسئول عن رعيّته .
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban
atas kepemimpinannya dan imam adalan pemimpin, dan orang laki-laki adalah
pemimpin bagi keluarganya, dan wanita adalah penanggung jawab atas rumah suami
dan anaknya. Dan setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan diminta
pertanggung jawaban
atas kepemimpinannya."[15]
Betapa banyak
pernikahan berakhir dengan kegagalan karena suami istri kurang dewasa dalam
menghadapi problem rumah tangga, sang suami otoriter sementara sang istri
bersifat kekanak-kanakan dan cenderung mengikuti hawa nafsu bahkan tidak jarang
wanita mudah melupakan kebaikan-kebaikan suami ketika suami melakukan suatu
kesalahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan para istri dalam sabdanya,
رأيت النار فلم أركاليوم منظرا قطّ ورأيت أكثر أهلها الانّساء ، قالوا : لم يا رسول
الله ؟ قال : بكفرهنّ ، قيل : يكفرن بالله؟ ، قال : يكفرن العشير ويكفرن الإحسان
لو أحسنت إلى إحداهنّ الدّهر ثمّ راّت منك شيئا قالت : ما رأيت منك خيرا قطّ .
" Saya melihat Neraka yang tidak pernah aku lihat seperti hari
ini, dan saya melihat penghuni terbanyak dari kalangan wanita. " Mereka
bertanya, "Kenapa wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Karena
pengingkaran mereka. " Beliau ditanya, "Apakah karena ingkar kepada
Allah?" Beliau bersabda, "Mereka membangkang dan mengingkari kebaikan
suami. Jika engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka
sepanjang tahun, lalu ia melihat darimu sesuatu (yang tidak disukai), maka ia
berkata, “ Saya belum pernah melihat darimu kebaikan sama sekali. "[16]
Sungguh
merupakan nikmat Allah Ta’ala paling agung
yang dikaruniakan kepada hamba-Nya pada saat hidayah telah menyapa rumahnya. Sehingga
rumah tangganya menjadi berkah, anak-anaknya terdidik di atas aqidah dan
akhlak yang mulia, yang kelak meraih kemuliaan surga yang penuh dengan
kenikmatan biidzinillah. Semua pihak yang terlibat dalam mendayung
perahu sampan rumahtangga yang mendambakan kebahagiaan harus membina diri di
atas hidayah Islam. Karena dengan langkah itu, harapan untuk membentuk rumah tangga
sakinah, mawaddah, wa rahmah tercapai, insya Allah.
[disalin dari buku One Heart “ rumah tangga
satu hati satu langkah”, penulis Ustadz Zaenal Abidin Syamsuddin, Lc.
Penerbit Pustaka Imam Bonjol Cetakan Ketiga, Muharram 1436H./ November 2014M. Halaman 1-16]
Footnote :
[1]. Lihat Tafsir Rahul Ma’ani, al-Alusy, 4/395.
[2]. Shahih: Diriwayatkan oleh Imam Bukhari,
no. 2988 dan Muslim, no. 2961.
[3]. Hasan: Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam
Muwatha nya, no. 33, 2/651; Imam Daruquthni dalam Sunannya, no. 3079; Imam
Baihaqi dalam Sunannya, 6/69; Imam Ahmad dalam Mustadraknya, no.2345 dan beliau
mengatakan bahwa sanad hadis ini shahih sesuai dengan persyaratan Imam Muslim.
[4]. Diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dalam
Sunannya. 6/69.
[5]. Shahih: Diriwayatkan Imam Muslim dalam
Shahihnya, no. 41.
[6]. Shahih: Diriwayatkan oleh Imam Muslim
dalam Shaihnya. No. 2999.
[7]. Lihat Kitab Dzamul Hawa, Ibnu Jauzi, hal.
19.
[8]. Dikeluarkan Imam Bukhari dalam Kitab
Riqaq, Bab Fil Amal Wa Thulihi dan lihat Fath al-Bari, 11/265.
[9]. Shahih: Diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dalam Shahihnya, no. 3559; Imam Muslim dalam Shahihnya, no. 5987, dan Imam
at-Tirmidzi dalam Sunannya, no. 1975.
[10]. Manhaj Ibnu Taimiyah Fit Dakwah, 2/39.
[11]. Shahih: Diriwayatkan Oleh Imam Muslim
dalam Shahihnya, no. 2664 dan Imam Ibnu Majah dalam Sunannya, no.79.
[12]. Shahih: Diriwayatkan oleh Imam
at-Tirmidzi dalam Sunnanya, no. 3094 dan Ibnu Majah dalam Sunnnya, no. 1856 dan
dishahihkan oleh Imam al-Albani.
[13]. Shahih: Diriwayatkan oleh Imam Ahmad
dalam Musnadnya, no. 8345; Imam Muslim dalam Shahihnya, no. 1469; Imam
al-Baihaqi dalam Sunannya, 7/295 dan Imam Abu Ya’la dalam Musnadnya, no.
6387-6388.
[14]. Shahih: Diriwayatkan oleh Imam Muslim
dalam Shahihnya, no. 3631.
[15]. Shahih: Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya, no. 5869; Imam
Bukhari dalam Shahihnya, no. 844, 2232, 4801; Imam Muslim dalam Shaihnya, no.
1829; Imam Abu Dawud dalam Sunannya, no. 2928; Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya,
no. 1702; Imam Baihaqi dalam Sunannya, 7/291; Imam Ibnu Hibban dalam Sunannya,
n0. 4472 dan Imam Abu Ya’la dalam Musnadnya, no. 5805.
[15]. Shahih: Diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dalam Shahihnya, no. 1052 dan Imam Muslim dalam Shaihnya, no.907.