Oleh : Ustadz Zaenal Abidin bin Syamsuddin. Lc , Ummu Ahmad Rifqi
MENANGANI KEBIASAAN BURUK ANAK
Seorang ibu adalah
pelatak dasar pendidikan harus mengetahui berbagai macam karakter anak dan cara penyelesaianya. Anak kadang
mempunyai kebiasaan buruk yang harus segera diluruskan karena kebiasaan buruk
kalau dibiarkan akan menjadi tabiat atau karakter yang sulit dirubah maka orang tua atau
pendidik harus waspada dan jeli mencermati tingkah laku dan kebiasaan anak
sehingga sikap yang janggal atau tidak wajar bias segera ditanganai dan diluruskan.
Adapun kebiasaan
buruk yang biasa dilakukan anak dan harus segera diperbaiki antara lain :
Pertama : Suka
berbohong.
Kebiasaan bohong
sering dilakukan anak. Hal ini bias jadi karena kesalahan orang tua ketika
mendidik anaknya saat masih kecil misalnya orang tuanyan memanggil untuk member
sesuatu tetapi ternyata tidak member apa-apa.
Dari bin Amir
berkata, pernah Ibuku memanggilku saat Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam sedang duduk dirumahku, ibuku berkata, Wahai (anakku), kemarilah aku
akan berisesuatu. Beliau bersabda, apa yang akan kamu berikan kepadanya? Ibuku
berkata, Aku akan memberinya kurma. Beliau bersabda kepadanya :
أما إنك لو لم
تعطيه شيئا كتبت عليك كذبة
“ Ketahuilah
jika kamu tidak memberikan sesuatu kepadanya, maka kamu telah melakukan suatu
kedustaan.” [1]
Bias juga anak berbohong karna tidak tau kalau berbohong itu tidak
baik dan dosa. Wala anak melakukan tindakan bohong belum terkena hokum syariat
namun orang tua harus tetap waspada dan mebimbing anaknya dengan lemah lembut
dan bijak sana agar kebiasaan bohong tidak menjadi kebiasaan dan dan tabiaatnya
hingga besar nanti. Dan sifat bohong pada anak jangan dibiarkan berlarut-larut
karna akan tumbuh sikap kemunafikan sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala
:
وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ
الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ
“ Dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafiq itu benar-benar orang
pendusta.” ( Al-Munafiqun: 1)
Ketika orang
mendapati anaknya berbohong sebaiknya
segera menjelaskan kepada anak tentang kejelekan dan akiba yang ditimbulkan
dari perbuatan berbohong serta
mengajarkan dan membiasakan anak untuk
selalu berbuat jujur dan menjelaskan keutamaan jujur bahwa Allah mencintai
orang-orang yang berbuat jujur.
Bias juga anak
berbohong karna sekedar main-main kelekar saja, tampil hebat atau mendapat
sanjungan.
Kedua : Kurang
Kontrol Diri
Tindakan yang
kurang terkontrol sering dilakukan anak karena usia anak-anak ingin melakukan
apa yang diinginkan dan tidak ingin disuruh atau dilarang. Bila seorang ibu
menyuruh anaknya melakukan kegiatan apa saja berarti ibunya yang melakukan dengan meminjam tangan
anak dan mereka hanya menjadi robot itu.
Nanti kalau dia dewasa baru akan bekerja
kalau disuruh, begitu pula halnya dengan larangan. Bila seorang anak melakukan
kegiatan ternyata menurut ibunya salah dan ibu melarangnya respon dari anak ada
dua kemungkinana, pertama dia tidak mau dilarang dan tetap melakukannya bila
dipaksa berhenti akan meronta. Kedua anak akan berhenti karna takut atau sudah
terpola kalau wajah ibunya seperti itu maka harus berhenti. Kedua kemungkinan
tersebut tidak baik bagi anak karena dia tidak mengerti kenapa harus melakukan
sesuatau atau kenapa tidak boleh main seperti itu. Memang tidak mudah membangun
anak menjadi dewasa yang cerdas, berakidah lurus, berakhlak mulia serta
mempunyai inisiatif dan mampu menyelesaikan amsalah. Dan semuanya tidak akan
terbangun pada diri anak bila dalam perjalanan anak sepanjang hidupnya semenjak
usia dua tahun hingga akhir baligh selalu dimarahi, diperintah dan dilarang
tanpa ada penjelasan yang baik dari orang dewasa disekitarnya. Memang anak
membuat susah dan repot orang tua dan itu menjadi konsekuensi menjadi orang
tua, maka benar sabda Nabi:
إن الولد مجبنة مجخلة مجهلة محزنة
“ Sesungguhnya
anak dapat membuat ( orang tuannya ) pengecut, bakhil, bodoh dan gundah gulana.
“ [2]
Kelembutan
Rasulallah dalam memperlakukan anak kecil terlihat ketika Beliau menghibur
putra abu Thalahah yang belau sebuat Abu Umair, yang memiliki seekor burung kecil
untuk mainan. Pada suatu hari, beliau melihatnya sedih, maka Rasulallah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, Wahai Abu Umair kenapa bersedih ? Para
sahabat berkata, Wahai Rasulallah burung kecil yang menjadi teman mainnya mati.
Maka Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam pun berkatan padanya sambil bercanda,
Wahai Abu Umair, sedang apa Nughair sekarang ?
Ketiga : Suka
Melawan
Kebiasaan anak
suka melawan karna kesalahan pendidikan yang ditanamkan dari ulai usia dini karna anak sering dilarang,
tidak diperhatikan dan tidak dihargai keryanya. Sehingga untuk melampiasakan
kekecewaan hatinya dengan melawan, memberontak dan bersikap kasar.
Bagaimana
menghadapi anak yang suka melawan ? yang harus diperhatikan adalah berikan
kasih saying dan jelaskan mengapa kita dilarang melakukan sesuatau dan berikan
gegiatan yang bermanfaat kapada anak sesuai dengan tahap perkembangannya dan
orang tua harus banyak berkonsultasi dengan orang alim yang memahami kejiwaan
anak, Allah ta’ala berfirman :
فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“ Maka
bertanyalah kepada orang yang mempunya pengetahuan, jika kamu tidak
mengetahui.” ( An-Nahl: 43 )
Berhati-hatilah
ketika berkonsultasi kepada pakar psikologi. Yang sekarang ini banyak beredar
metode-metode penanganan masalah anak, seperti hipnoterapy yang mengunakan
kekuatan ghaib bertentangan dengan syariat Islam.
Kebiasaan melawan
juga bias terindikasi indigo, yaitu anak yang
bias melihat makhluk halus atau dalam syariat kesurupan jin, sehingga
kadang apa yang dialakukan dibawah alam sadarnya.
Akan tetapi suka
melawan suatu fase alami dalam masa pertumbuhan kejiwaan anak yang membuatnya
pada setabilasi dan menyadari bahwa dirinya adalah pribadi yang independen dari
orang-orang dewasa. Dengan berlalunya waktu, dia akan menyadari bahwa keras
kepala dan melawan bukanlah cara yang benar, sedangkan kebiasaan bermasyarakat
dalam member dan menerima adalah jalan yang benar, khususnya jika kedua orang
tuanya mempergaulinya denga fleksible, lemah lembut dan pengertian.
Nabi Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
الرفق لا يكون في شىء إلاّ زانه ولا ينزع من شىء
إلاّ شانه إن
“ Sesungguhnya
kele,ah-lembutan itu didak menyertai suatu perkara melainkan kelemah-lembutan
tersebut akan menjadikan perkara tersebut indah, dan tidaklah kelemah-lembutan
hilang dari suatu hal melainkan akan menjadikan jelek ( dipandang orang ).” [3]
Faktornya:
1. Meniru perbuatan orang tuanya.
2. Membiasakan taat dan fanatic pada sesuatu.
3. Ketiadan ikatan yang kuat dalam pengertian anak dan kedua orang tunya.
4. Memanjakan secra berlebihan dan memberikan segala yang diinginkan.
Solusinya :
- Kedua orang tua hendaknya menjelaskan padanya faedah apa yang diperintahkan dan membuatnya puas dengan keterangan tersebut .
- Bersikap feksibel, member dan menerima dengan tenang, menyayanginya dan lelmah lembut dengannya.
- Mengembirakan anak kemudian menjelaskan dan menerangkan bahwa keduanya menyukainya.
- Seimbang dalam mendidik anak, tidak terlalu keras juga tidak terlalu meman jakan.
- Selalu berusaha menari perhatian anak setiap kali akan menyuruhnya
- Menggunakan bahasa yang bias dimengerti oleh anak sehingga bias difahami.
- Menghindari memberikan banyak perintah dalam satu waktu sekaligus.
- Menghindari memberikan perintah pada saat tertentu kemudian melarangnya beberapa saat kemudian.
- Memberikan hadiah dan ganjaran atas ketaatannya.
- Menghindari hukum fisik atau ancaman sebagai sarana untuk meluruskan kesalahannya.
- Memperhatikan setiap pelaksanaan pemerintah.
[disalin dari buku Senja kala Bidadari, penulis Ustadz Zaenal Abidin Syamsuddin, Lc , Ummu Ahmad Rifqi. Penerbit Pustaka
Imam Bonjol Cetakan Pertama Djumadah ats-Tsani 1436H./ April 2014M. Alamat : Jalan Raya
Munjul Gg. Mushala Fathul Ulum no.11 Munjul Cipayung Jakrta Timur 13850
Tel/Fax: (021)87753478 Layanan SMS: 08111816600]
Footnote :
[1]. Shahih: diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam sunannya, no.4991 dan dihasankan Syaikh al-Albani dalam Silsilah Hadist ash-Shahihah, no.748
[2]. Shahih: diriwayatkan Imam Ibnu Majah dalam Sunaannya, no.3666 dan lihat Shahihul Jami', no, 1990.
[3]. Shahih: Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya. no.2594.