Oleh
Syaikh Dr Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani
Sunnah adalah benteng Allah yang kuat, yang bila dimasuki seseorang, orang itu akan aman. Sunnah merupakan pintu Allah terbesar, yang barangsiapa memasukinya akan termasuk di antara mereka yang meyambung silaturrahmi denganNya. Ia akan tetap menegakkan pemilikinya meskipun sebelumnya terduduk karena amal perbuatan mereka. Cahayanya akan berjalan di hadapan mereka, ketika cahaya ahli bid'ah dan kemunafikannya sudah sirna. Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang diputihkan wajahnya, ketika wajah ahli bid'ah dihitam-legamkan.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ
"Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram". [Ali Imran/ : 106]
Ibnu Abbas mengungkapkan : "Ahlus Sunnah dan para pemersatu umat adalah orang-orang yang diputihkan wajahnya, ketika wajah ahli bid'ah dan para pemecah belah umat dihitam legamkan". [1]
As-Sunnah adalah kehidupan dan cahaya yang merupakan kebahagian seorang hamba, petunjuk sekaligus kemenangan baginya. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا ۚ كَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap dulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya. Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa telah mereka kerjakan". [Al-An'am/6 : 122]
Semoga Allah memberikan taufikNya. [2]
( Disalin dari kitab Nurus Sunnah wa Zhulumatul Bid;ah Fi Dhauil Kitabi was Sunnah, Edisi Indonesia Mengupas Sunnah, Membedah Bid'ah, Penulis Dr Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, Penerbit Darul Haq )
Footnote.
[1]. Ibnul Qayyim menyebutkan dalam Ijtima Al-Jusyusy Al-Islamiyah II : 39, dan Ibnu Katsir dalam Tafsirnya I : 369. Lihat juga Jami'ul Bayan An-Takwilil Qur'aan oleh Ibnu Jarir VII :93
[2]. Lihat Ijtima Al-Jusyusy Al-Islamiyah II : 38