Rabu, 10 Februari 2016

Syirik, Dosa Besar Yang Paling Besar

Kabair (Dosa-Dosa Besar)


SYIRIK, DOSA BESAR YANG PALING BESAR

Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari

Tauhid adalah perintah Allâh yang paling besar, sebaliknya syirik (kemusyrikan) adalah larangan Allâh yang paling besar. Barangsiapa mengenal keagungan tauhid dan mengetahui bahaya kemusyrikan dengan sebenarnya, maka dia akan berusaha mewujudkan tauhid pada dirinya dan menjauhi kemusyrikan sejauh-jauhnya. Bahkan dia juga khawatir dan takut terhadap kemusyrikan, jangan sampai terjerumus ke dalamnya, baik dengan sengaja maupun tidak sengaja. Karena banyak orang mengetahui syirik itu dilarang agama, bahkan merupakan dosa yang paling besar, namun karena tidak memahaminya, maka dia terjerumus di dalamnya dengan tanpa menyadari. Oleh karena itu sangat penting kita mengetahuinya untuk meninggalkannya.

BAHAYA SYIRIK
Karena bahaya syirik yang sangat besar sehingga dalam berbagai kesempatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sering mengingatkan kepada para sahabat. Antara lain dalam hadits sebagai berikut:

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلَاثًا قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ قَالَ فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ

Dari Abdurrahmân bin Abi Bakrah, dari bapaknya Radhiyallahu anhu , ia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perhatikanlah (wahai para sahabat), maukah aku tunjukkan kepada kalian dosa-dosa yang paling besar?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakannya tiga kali. Kemudian para sahabat mengatakan: “Tentu, wahai Rasûlullâh.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Syirik kepada Allâh, durhaka kepada kedua orang tua,” sebelumnya beliau bersandar, lalu beliau duduk dan bersabda, “Perhatikanlah! Dan perkataan palsu (perkataan dusta),” beliau selalu mengulanginya sampai kami berkata, “Seandainya beliau berhenti”. [HR al-Bukhâri dan Muslim].

Allâh Ta’ala memberitakan bahwa Dia tidak akan mengampuni dosa syirik, hal ini jika pelakunya tidak bertaubat. Dia berfirman:

إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

Sesungguhnya Allâh tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa mempersekutukan Allâh, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. [an-Nisâ`/4:48].

Allâh Ta’ala juga memberitakan bahwa amal orang-orang musyrik sia-sia, tidak ada nilainya di sisi Allâh Ta’ala. Dia berfirman:

مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَن يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللهِ شَاهِدِينَ عَلَى أَنفُسِهِم بِالْكُفْرِ أُوْلاَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ

Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allâh, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia amal mereka, dan mereka itu kekal di dalam neraka. [at-Taubah/9:17].

Demikian juga orang-orang musyrik akan kekal di dalam neraka. Allâh Ta’ala berfirman:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِى إِسْرَاءِيلُ اعْبُدُوا اللهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allâh ialah al-Masih putera Maryam," padahal al-Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allâh Rabbku dan Rabbmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allâh, maka pasti Allâh mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun. [al-Ma-idah/5:72].

ARTI SYIRIK
Setelah mengetahui bahaya syirik yang begitu dahsyat, maka kita wajib mengetahui tentang syirik ini agar selamat darinya.

Syirik adalah lawan dari tauhid. Syirik dalam bahasa Arabnya adalah: syirk (شِرْكٌ), artinya sekutu, atau isyrâk (اِشْرَاكٌ), artinya menjadikan sekutu. Adapun secara istilah syara’, ta’rif (pengertian) syirik yang disebutkan ulama bermacam-macam, namun tidak bertentangan, bahkan saling melengkapi. Di antara ta’rif yang mencakup dan lengkap adalah yang dijelaskan oleh Syaikh Dr. Ibrahim bin Muhammad al-Buraikan. Beliau menjelaskan, syirik memiliki dua makna.

Pertama, makna umum, yaitu:

تَسْوِيَةُ غَيْرِ اللهِ بِاللهِ فِيْمَا هُوَ مِنْ خَصَائِصِهِ سُبْحَانَهُ

(menyamakan selain Allâh dengan Allâh di dalam perkara yang termasuk kekhususan-kekhususan Allâh Yang Maha Suci).

Yang dimaksudkan dengan “menyamakan” di sini adalah semata-mata persekutuan, sama saja apakah Allâh (dianggap) persis menyerupai selain-Nya pada perkara itu atau Allâh lebih dari selain-Nya pada perkara itu. Berdasarkan makna ini, maka syirik ada tiga macam, sebagai berikut:

1. Syirik di dalam rububiyah. Yaitu menyamakan (Allâh dengan selain-Nya) di dalam perkara-perkara yang termasuk kekhususan-kekhususan rububiyah (memiliki dan mengatur alam), atau menisbatkan rububiyah kepada selain Allah, seperti: menciptakan, memberi rizqi, menghidupkan, dan mematikan. Secara ‘urf (kebiasaan/istilah ulama), syirik ini dinamakan tamtsiil (menyerupakan) atau ta’thiil (meniadakan).

2. Syirik di dalam uluhiyah. Yaitu menyamakan (Allâh dengan selain-Nya) di dalam perkara-perkara yang termasuk kekhususan-kekhususan uluhiyah, atau menisbatkan uluhiyah (hak diibadahi) kepada selain Allâh, seperti: (meniatkan) shalat, puasa, menyembelih (berqurban), nadzar, dan semacamnya (untuk selain Allâh). Inilah yang dikenal dengan syirik, jika disebutkan secara umum.

3. Syirik di dalam asma’ wash-shifât. Yaitu menyamakan antara Allâh dengan makhluk di dalam perkara-perkara dari kekhususan-kekhususan nama-nama dan sifat-sifat Allâh. Secara ‘urf (kebiasaan/istilah ulama), syirik ini dinamakan tamtsîl (menyerupakan).

Kedua, makna khusus, yaitu menjadikan selain Allâh sebagai ma’bûd (yang diibadahi), muthâ’ (yang ditaati) bersama Allâh.

Inilah yang segera difahami dari istilah syirik jika disebutkan secara umum di dalam al-Qur’ân, as-Sunnah, dan perkataan Salaf (orang-orang zaman dahulu yang shalih). Sehingga barangsiapa menjadikan ilâh (sesuatu yang diibadahi), dia mengibadahinya atau mentaatainya dari selain Allâh, maka dia adalah orang musyrik -menurut bahasa wahyu dan riwayat. [Lihat Al-Madkhal Lid-Dirâsah al-‘Aqidah al-Islamiyah ‘ala Madzhab Ahlis-Sunnah wal-Jama’ah, hlm. 125-126].

Di dalam kitab Muqarrar Tauhid lish-Shaff ats-Tsalits al-‘Ali fil-Ma’ahid al-Islamiyah, juz 3, hlm. 10 disebutkan, syirik (kemusyrikan) adalah menjadikan sekutu atau tandingan bagi Allâh Ta’ala di dalam rububiyah (perbuatan-Nya), uluhiyah (hak-Nya untuk ditaati secara mutlak dengan penuh kecintaan dan pengagungan), dan asma’ wa sifat (nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang sempurna). Dan yang umum, terjadinya kemusyrikan adalah di dalam uluhiyah. Yaitu seseorang berdoa kepada Allâh dan kepada selain-Nya, atau mempersembahkan sesuatu dari jenis-jenis ibadah kepada selain Allâh, seperti: penyembelihan binatang, nadzar, rasa takut, berharap, dan kecintaan.

MACAM-MACAM SYIRIK
Dilihat dari besarnya dosa, syirik terbagi dua, yaitu akbar (besar) dan ash-ghar (kecil).

Syirik akbar menggugurkan seluruh amal dan menyebabkan kekal di dalam neraka. Contoh syirik akbar seperti: Syirik doa, yaitu berdoa kepada orang yang telah mati, patung, pohon, batu, atau lainnya. Contoh lainnya adalah syirik ketaatan, yaitu mentaati selain Allâh di dalam maksiat, yaitu menghalalkan apa yang Allâh haramkan, atau mengharamkan apa yang Allâh halalkan.

Syirik ash-ghar tidak menggugurkan seluruh amal, tetapi juga berbahaya. Di antara contohnya adalah riya`, ucapan "mâsyâ Allâh wa syi'ta" (apa yang Allâh kehendaki dan engkau kehendaki), bersumpah dengan menyebut selain nama (sifat) Allâh, dan lainnya.

• Dilihat dari kaitannya, syirik terbagi tiga, yaitu: syirik dalam hal rububiyah Allâh, uluhiyah Allâh, dan asma’ wa shifât. Penjelasan sebagaimana telah disebutkan di atas.

• Dilihat dari bentuknya, syirik terbagi tiga, yaitu: syirik dalam hal keyakinan, perkataan atau lafazh, dan syirik perbuatan.

• Di lihat dari keadaannya, syirik terbagi dua, yaitu: jali (nyata) atau khafi (samar).
Semua bentuk syirik harus ditinggalkan, karena semua membahayakan bagi pelakunya.

BERTAUBAT DARI SYIRIK
Orang yang telah kedatangan keterangan tentang bahaya syirik, sepantasnya segera bertaubat. Karena sesungguhnya seluruh dosa, termasuk syirik, akan diampuni oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ala , dengan syarat jika hamba yang melakukan dosa tersebut bertaubat kepada-Nya. Allâh Ta’ala berfirman:

قُلْ يَاعِبَادِي الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لاَتَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيم

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allâh. Sesungguhnya Allâh mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". [az-Zumar/39:53].

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini: “Ayat yang mulia ini merupakan seruan kepada orang-orang yang bermaksiat, baik orang-orang kafir atau lainnya, untuk bertaubat dan kembali (kepada Allâh). Ayat ini juga memberitakan bahwa Allâh Tabaraka wa Ta’ala akan mengampuni dosa-dosa semuanya bagi orang-orang yang bertaubat dari dosa-dosa tersebut dan meninggalkannya, walaupun dosa apapun juga, walaupun dosanya sebanyak buih lautan. Dan tidak benar membawa arti pengampunan Allâh (dalam ayat ini) dengan tanpa taubat, karena orang yang tidak bertaubat dari syirik tidak akan diampuni oleh Allâh". [Lihat Tafsir Ibnu Katsir, surat az-Zumar/39 ayat 53].

Semoga Allâh selalu menjaga kita dari dosa syirik, yang besar maupun yang kecil, yang nyata maupun yang samar, dan yang kita ketahui maupun tidak kita ketahui. Hanya Allâh Yang Memberi hidayah taufiq.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XVII/1434H/2013. ]almanhaj.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar