MENJEMPUT KEMATIAN
Oleh: Ustadz Zaenal Abidin bin Syamsuddin. Lc
Kenapa Harus Mengingat Mati
Kenapa Harus Mengingat Mati
Kematian,
inilah yang kita selalu lari darinya. Ini juga yang sering kali kita lupakan,
dan hanya orang berimanlah yang selalu teringat dengannya.
Banyak
sekali keutamaan yang bias dipetik seorang hamba dari mengingat kematian,
diantaranya membersihkan hati yang telah khusut, tumbuhnya kesadaran untuk
kembali keakhirat, menghidupkan rohani yang sudah berkarat, menggugah semangat
ibadah yang sedang melemah, menumbuhkan keimanan dan ketaatan yang telah
mengendur, menguatkan tekad dalam berbuat dan membentuk pribadi tangguh dan
qona’ah.
Sementara
yang terlena dalam kenikmatan dunia akan silau dengan gemerlapnya harta, dan
menjadi budak syahwat sehingga hatinya lalai untuk mengingat kematian. Ketika
kematian diingatkan, dia sangat membencinya dan ingin lari darinya, bahkan
tidak ingin berpisah dengan dunia dan ingin hidup seribu tahun lagi.
وَلَتَجِدَنَّهُمْ
أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَى حَيَاةٍ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُواْ يَوَدُّ أَحَدُهُمْ
لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَن
يُعَمَّرَ وَاللّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ
“Dan sungguh
kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di
dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka
ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak
akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
kerjakan.” ( Al-Baqarah: 96 )
Abdullah
bin Mutharrif berkata, “ Sesungguhnya kematian menjadikan para pecinta
kenikmatan dunia tidak selera lagi untuk menikmati seluruh kenikmatan, maka
carilah kenikmatan yang tidak trersentuh kenikmatan. “ [1]
Dari
Abu Hurairah beliau berkata bahwa Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam
bersabda,
أكسروا من ذكر
هادم اللذات الموت
“ Perbanyaklah kalian mengingat penghancur kelezatan, yaitu
kematian “ [2]
Abu
Ali ad-Daqqaq berkata, “ Sipa yang memperbanyak mengingat kematian maka akan mendapatkan
tiga kemuliaan: bersegeralah untuk bertaubat, hatinya qana’ah dan semangat
beribadah.” [3]
Dari
Ibnu Umar Radhiyallahuanhuma bahwasanya
beliau bersabda,
كنت مع رسول الله
صلى الله على وشلم فجاءه رجل من الأنصار فسلم على النبي صلى الله عليه وسلم ثم قال
يا رسول الله أي المؤمنين أفضل ؟ قال : أحسنهم خلقا قال : فأي المؤمنين أكيس ؟ قال
: أكثرهم للموت ذكرا وأحسنتم لم بعده استعدادا أولءك الأكياس.
“ Kami duduk-duduk bersama Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam, datanglah seorang laki-laki dari kaum Anshar, lalu memgucapkan salam kepada
Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam kemudian ia berkata, ‘Wahai Rasulallah, orang
mukmin manakah yang lebih utama? ‘Belia bersabda, ‘mereka yang
paling baik akhlaknya.’ Dia berkata, ‘ Orang islam manakah yang peling cerdik? ‘
Beliau bersabda,’ Mereka yang paling banyak memgingat kematian dan orang yang
paling baik persiapannya untuk kehidupan setelahnya, mereka itulah orang yang
cerdik.”[4]
Sahal bin Abdullah at-Tustari
berkata, “Tidak ada orang yang paling nekad mati kecuali tiga orang: orang yang
bodoh tentang kehidupan setelah kematian, oaring yang ingin melarikan diri dari
takdir Allah atas dirinya, dan orang ya.g rindu ingin bertemu dengan Allah.”[5]
Abdullah bin Mas’ud berkata,”Cukuplah
kematian menjadi pengingat, cukuplah keyakinan sebagai kecukupan, dan cukuplah
ibadah menjadi kesibukan.”[6]
Abu Darda berkata, “ Siapa banyak
memgingat kematian akan sedikit sikap hasadnya dan akan sedikit sikap melampoi
batasnya.”[7]
Mengingat kematian memiliki
keutamaam yang sangat banyak, karna mengingat kematian mengajak seorang hamba
berlatih meninggalkan hunian penuh penipuan dan bersiap-siap untuk menuju kampung akhirat. Lalai mengingat kematian membuat manusia terlena dalam kumbangan
syahwat dunia.[8]
[disalin dari buku Rintangan Setelah
Kematian, penulis Ustadz Zaenal Abidin Syamsuddin, Lc. Penerbit Pustaka
Imam Bonjol Cetakan Kedua, Rajab 1436H./ April 2015M. Alamat : Jalan Raya
Munjul Gg. Mushala Fathul Ulum no.11 Munjul Cipayung Jakrta Timur 13850
Tel/Fax: (021)87753478 Layanan SMS: 08111816600]
Footnote :
[1] Maudzatul Mukminin, Muhammad Jamaluddin
al-Qasimi, hal.480.
[2]shahih: Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah
dalam sunan-nya, no. 2307; Imam Nasa’i dalam sunnannya, no.1824; Imam Ibnu
Majah dalam sunnannya, no.3358; Imam al-Baghawi dalam syarhus Sunnahnya,
no.1447 dan disahihkan Syaikh al-Albani dalam shahih al-jami’,no.1210 dan
Irwaul Ghalil,no.682.
[3] Lihat adz-Tadzkirah, Imam al-Qurthubi,
hal.15
[4]Hasan: Diriwayatkan Ibnu Majah dalam Su.nannya,no. 4259 dan
dishahih kan Syaikh al-Albani dalam shahih al-jami’, no.7978.
[5]Lihat adz-Tadzkirah, Imam al-Qurthubi, hal.9
danSyarhus Sudur, as-Suyuthi, hal.16.
[6]Lihat Syarhu Sunnah, Imam ak-Baghawi, 5/261
[7] Lihat Kitab Zuhud, Imam Ahmad, no. 772.
[8] Lihay Ihya’ Ulumuddin, 4/412